Senin, 13 September 2010

Autumn

Sepi berada di sini. Pepohonan ini seakan sedang bersedih melepaskan daun-daunnya. Ah, aku tak suka suasana sepi sedih seperti ini.
Setiap menit selalu kupalingkan pandangan ke arah ujung jalan, berharap mendapati sosok indah dirimu berjalan dengan senyuman sambil melambaikan tangan ke arahku.

Hembusan sejuk angin kotamu bagaikan suatu keramahan yang menghibur aku setiap kali tak kudapati sosok dirimu di ujung jalan, kecuali hanya hamparan dedaunan kuning kemerahan yang berguguran di sepanjang jalan.

Oh, aku mengenali hembusan lembut angin ini. Ia juga yang selalu bermain-main riang dengan indah rambutmu dan membawa keharumannya sampai memenuhi jantungku.


"Aku tahu cinta ini akan selamanya," ucapmu waktu itu dengan pipi yang merona kemerahan. Aku mengangguk dipenuhi kebahagiaan, walaupun tak tahu seperti apa rupa cinta yang selamanya itu.

"Kamu pasti tak mengerti," katamu sambil tertawa mengodaku.
"Laki-laki tidak akan pernah mengerti arti kata cinta."

Aku hanya tersenyum dan kemudian mencium keningmu. "Apakah cinta harus dimengerti?" aku balas menggodamu. Kau hanya menggelengkan kepala, kemudian memelukku dengan erat dan berkata, "Aku bersyukur ada kamu dalam hidupku."


Sepi berada di sini. Kucoba mereka rupa cinta yang selamanya itu sambil mengingat kembali segala tentang dirimu. Indah matamu, manis senyummu dan harum rambutmu. Lalu sehelai daun menyentuh bahuku dengan lembut, sebelum akhirnya ia terjatuh ke tanah.

Entah kenapa aku menjadi sangat takut. Apakah nanti waktu bisa membuat orang akan melepaskan cintanya, seperti pepohonan ini yang melepaskan daun-daunnya dan membiarkannya mengering? Apakah cinta yang selamanya itu benar-benar ada?


Sepi berada di sini. Terngiang kembali ucapan indahmu dulu, "aku tahu cinta ini akan selamanya."
Di taman ini tak ada suara lain yang terdengar, kecuali suara detak jantungku yang selalu hanya menyebut namamu.