Senin, 19 November 2018

Tersesat dan Berlupa

Usai mengajar, saya tersesat di PGC. Makin tersesat setelah keliling-keliling, lihat ini itu. Di salah satu sudut lantai 3 saya melihat sebuah toko besar. Saya heran, biasanya di PGC toko-toko yang besar adalah tempat-tempat makan keluarga. Saya berjalan mendekat ke arah toko. Seorang pramuniaga menyapa saya ramah. Saya tersenyum, menganggukkan kepala.

Tulisan "Selma" yang terpampang di muka toko memberi imajinasi tentang perempuan cantik dari Timur Tengah. Ingatan saya sampai kepada Selma Karamy dalam buku Sayap- Sayap Patah, Khalil Gibran. Perempuan yang pernah memenuhi hati Gibran dengan segala cinta.

Saya berkeliling melihat produk-produk yang dipajang. Pramuniaga yang tadi menyapa saya di pintu masuk, menghampiri saya dan menjelaskan setiap detil dari produk yang saya sentuh.

Kok barang-barangnya mirip barang Informa dan Ace Hardware, Mas? tanya saya.

Iya, Pak. Kita dengan Informa sama, Pak.

Dengan Ace Hardware juga?

Iya, Pak.

Oh, Kawan Lama ya...

Dia mengangguk.

Jual tools juga?

Saat ini belum, Pak, jawabnya.

Ditemaninya berkeliling, kemudian saya membeli beberapa barang yang tidak saya benar-benar butuhkan Ahahaha... Maksud saya, tadinya saya tak tahu bahwa saya perlu barang itu, tapi kemudian pramuniaga yang ramah itu berhasil membuat saya mengenal nilai lebih produk-produk yang ditawarkan dan membuat saya kemudian menyukai dan membelinya. Kadang kita membeli bukan karena benar-benar butuh, kan? Tetapi ada banyak alasan lain mengapa kemudian kita memutuskan untuk membeli sesuatu.

Waktunya ngopi! kata saya dalam hati, setelah selesai membayar di kasir. Saya turun ke lantai dasar mencari kedai kopi. Saya lupa menanyakan nama pramuniaga keren itu. Besok-besok saya akan kembali lagi dan menanyakan namanya, lalu mengucapkan terima kasih dengan menyebutkan namanya. Orang bijak pernah berkata, suara yang paling indah didengar adalah bunyi suara ketika nama kita disebut. Setiap keramahan memang selalu saja mampu mengajak kita kembali.


Mentari terbenam di balik gedung tinggi. Kopi panas tersaji di hadapan saya. Saya buka showcase cooler kedai kopi, mencari air mineral sambil menunggu kopi bisa dinikmati. Ketika saya menutup showcase cooler, saya baru ngeh bahwa di bagian kanan depan kedai kopi ada booth es krim Campina. Ada suatu perasaan hangat yang tiba-tiba melesat keluar. Kenangan masa kecil melompat-lompat di udara. Mulut saya secara otomatis menyanyikan satu lirik lagu. Add something nice... Add a special moment to everyday.

Ah, Masa Kecil... kata saya dalam hati lalu berjalan ke arah booth es krim Campina dan memesan satu cup rasa coklat, membeli kenangan masa kecil. Lalu saya duduk dan merayakan masa kecil seorang diri. 

Add a special moment right now. Add something nice, add a special moment to everyday...

Saya menikmati es krim seperti seorang anak kecil. Seperti apa yang ditulis Hartojo Andangdjaja dalam sebuah puisi:

Apa salahnya, sesekali kita berlupa
sesekali kita kembali jadi bocah manja
tidak tahu bencana yang bakal tiba
tidak sempat berpikir tentang dosa

Minggu, 03 Juni 2018

Tak Ada Hujan di Bulan Juni

Tak ada hujan di Bulan Juni. Cuma daun-daun jatuh. Aku ingin mencium bibirmu, kataku. Jangan, katamu. Aku diam. Kau juga diam.

Aku benci bibirku yang selalu menginginkan bibirmu. Apa memang begitu bibir orang yang sedang jatuh cinta? Tapi kenapa bibirmu tak menginginkan bibirku?

Langit Juni bersinar terang dipenuhi bintang. Angin berhembus pelan di sela-sela harum rambutmu. Jari-jariku masuk menyelinap ke jemarimu. Kucium pipimu.

Tak ada hujan di Bulan Juni, hanya daun-daun jatuh ditiup angin. Kauremas lembut jemariku,  dan kulihat matamu terpejam.

Selasa, 09 Januari 2018

Presiden Datang dan Pergi

Presiden datang dan pergi silih berganti. Paling lama dua periode. Demikian juga gubernur. Tetapi anak-anak harus tetap sekolah. Tagihan-tagihan harus tetap dibayar, kebutuhan hidup harus tetap terpenuhi.

Pergantian kekuasaan sebagaimana telah diatur oleh konstitusi, seharusnya bertujuan untuk kesejahteraan rakyatnya, bukan malah membuat rakyat terpecah-belah, membuat rakyat saling menyimpan benci karena perbedaan. Apalagi anak-anak harus tetap sekolah, tagihan-tagihan harus tetap dibayar, kebutuhan hidup harus tetap terpenuhi.

Setiap warga negara berhak jadi pemimpin. Ingatlah, bahwa apa yang menjadikan Douwes Dekker, Shihab, Tan, De Fretes, Panjaitan,  Robert, Hasan, Lalu, Made, Udin, Otong Indonesia adalah konstitusi. Sekelompok orang tak menjadi lebih Indonesia dari yang lainnya karena sukunya, karena agamanya, karena pakaiannya. Semuanya setara. Sama! Dan anak-anak harus tetap sekolah, tagihan-tagihan harus tetap dibayar, kebutuhan hidup harus tetap terpenuhi.

Pemimpin-pemimpin datang dan pergi silih berganti, tetapi Indonesia harus tetap ada. Dan selama Indonesia ada, anak-anak harus tetap sekolah, tagihan-tagihan harus tetap dibayar, kebutuhan hidup harus tetap terpenuhi.


Lo lagi ngapain, Bro? tanya saya heran melihat seorang teman yang sedang bersemangat bicara sendiri di pinggir empang.

Eh, elo, Bray, katanya sambil nyengir. Ini, Bray... Gua lagi latihan ngemeng. Kayaknya enak jadi politikus. Apa-apa aja disediain sama negara. Orang-orang pada hormat sama kita.

Oh gitu. Dari tadi elo latihannya?

Lumayanlah, ada satu jam lebih. Haus juga jadinya nih. Ngopi kita?

Yuuuk, sahut saya. Eh, kalo elo nanti udah jadi, jangan lupa gua ya, Bro...

Tenang aja, Bray. Temen itu selamanya temen. Nanti elo yang pertama gua kasih proyek.

Asiiiiikkkk... Bener ya? Gua pegang omongan lo!

Kapan sih gua bohong sama elo? jawabnya.

Kemaren! sahut saya cepat.

Dia garuk-garuk kepala lalu tertawa. Saya ikut tertawa melihat wajahnya yang lucu. Dia lalu merangkul saya. Tapi nanti kalo gua udah jadi, gua gak bakalan bohong lagi deh sama elo, katanya. Dasar pembohong, kata saya dalam hati. Kami berdua tertawa, berangkulan menuju warung kopi, tempat rakyat jelata menghibur diri.