Mungkin sebaiknya aku melupakannya. Inilah jalan yang terbaik bagi kami
berdua. Maria pasti lebih mencintai lelaki itu, hingga ia rela
menyerahkan kesuciannya. Siapa gerangan lelaki sialan yang bisa merebut
hati tunanganku itu? Sungguh beruntung ia mendapatkan cinta yang penuh
dari tunanganku.
Tak pernah aku menyangka bahwa impianku untuk
hidup bersamanya akan berakhir seperti ini. Aku mencintainya dengan
sepenuh jiwaku, bahkan melebihi diriku sendiri. Aku bersedia melakukan
apa saja untuk menyenangkan hatinya. Sungguh, hanya dia yang kuinginkan
dalam hidup ini. Perempuan yang akan menjadi ibu dari anak-anakku dan
akan menemaniku menjalani hidup ini selamanya, tak akan pernah berpisah,
sampai akhirnya maut nanti memisahkan kami.
Maria, tunanganku
itu, dia sungguh indah. Rambutnya, matanya, senyumnya, cara dia bertutur
kata, cara dia berjalan, semuanya sungguh indah. Keseluruhan dirinya
memang teramat indah. Aku percaya bahwa Tuhan menciptakan segala hal
yang indah di bumi ini. Tapi aku yakin, bahwa ciptaanNya yang terindah
di bumi ini adalah Maria, tunanganku. Di setiap pertemuan kami dia
selalu berkata lembut kepadaku, " Yusuf, selamanya kamu dalam hatiku."
Tapi
makhluk indah itu ternyata bukan lagi milikku. Dia mencintai lelaki
lain selain diriku. Seperti mau mati rasanya mengetahui semua ini.
Ternyata begini rasanya sakit dikhianati. sakit sedihnya begitu terasa
menyiksa. Seperti ada ribuan paku yang tertancap di jantungku. Entah
mengapa hal buruk ini menimpa diriku.
Sungguh menyakitkan jika
teringat kembali pertemuan kami yang terakhir. Kami bersenda gurau dan
membicarakan banyak hal-hal yang indah yang kami senangi. Setelah
berbicara banyak hal termasuk pernikahan kami, Maria berkata dengan wajah
yang sangat serius.
"Yusuf, aku ingin bicara"
"Kan kita sudah bicara dari tadi," sahutku bercanda.
"Sayang, aku serius..."
"Iya, sayang... Ngomong aja..."
"Sayang, aku hamil..."
"Ha ha ha... Ada-ada saja kamu..."
"Betul, sayang, aku hamil"
"Maria, gurauanmu ini tidak lucu! Aku tidak pernah menyentuhmu...!"
"Sayang,
tolong dengarkan aku ya..." Lalu dia menggenggam tanganku. Ia
menceritakan tentang kehamilannya dan peristiwa ajaib yang menyertai
kehamilannya. Aku terkejut mendengarkan ceritanya. Terkejut karena ia
menganggapku seperti anak kecil yang bisa dibohongi oleh dongeng-dongeng
mengesankan tentang peristiwa-peristiwa ajaib.
Aku diam
mendengar ceritanya. Aku tidak percaya. Pasti ada lelaki lain dalam
hidupnya. Semua ceritanya terdengar sangat memuakkan, seperti alasan
bodoh yang di cari-cari untuk membela dirinya. Aku diam saja walaupun
ada rasa sakit yang teramat sangat mendengar semua itu.
"Siapa lelaki itu?" tanyaku setengah membentak.
"Tidak ada, Yusuf... Tidak ada... Hanya kamu seorang dalam hatiku."
Tiba-tiba aku merasa jijik berada di dekatnya. Kuhempaskan genggaman tangannya. Dia menangis dan berusaha
mengapai kembali tanganku. Aku membalikkan tubuhku dan pergi
meninggalkannya. Terdengar lirih dia memanggilku, "Yusuf, selamanya
kamu dalam hatiku..." Ah...Kalimat indah itu terdengar sangat
menyedihkan bagiku. Aku pura-pura tidak mendengarnya dan meneruskan
langkahku menjauhinya.
Mungkin sebaiknya aku
melupakan dia. Inilah jalan yang terbaik bagi kami berdua. Dia pasti
hidup lebih bahagia dengan lelaki itu. Semoga mereka berbahagia sampai
maut memisahkan mereka. Dan semoga aku bisa memulai kehidupan ini
kembali tanpa dirinya.
Cat :
*Ketika Yusuf
mempertimbangkan untuk memutuskan pertunangannya dengan Maria, Malaikat
Tuhan datang kepadanya melalui mimpi dan berkata bahwa anak dalam
kandungan Maria adalah dari Roh Kudus
**Yusuf dan Maria akhirnya menikah, dan memberikan nama Yesus bagi bayi mereka.
Rabu, 02 Desember 2009
Sabtu, 21 November 2009
Tanpa Dirimu
Semua berjalan seperti biasa, Sang Surya masih menampakan diri dari timur dan pergi beristirahat ke ufuk barat. Lalu senja datang membukakan pintu bagi sang malam, yang kemudian menaburi langit dengan ribuan bintang-bintang mungil nan elok yang mengerling menggemaskan.
Ya, Semua berjalan seperti biasa kecuali hidupku. Ada yang hilang dari diriku yaitu dirimu. Bidadari cantik yang biasanya menemani hari-hariku dengan belaian lembut penuh sayang dan kata-kata mesra penuh cinta.
Bagai lumpuh tak berdaya menjalani hidup tanpa dirimu. Namun aku berusaha untuk tetap tenang. Sekuat tenaga menahan butiran air yang mengembun di kedua mataku. Mengusapnya dengan cepat, agar tidak jatuh mengalir ke pipiku, tempat yang sering kau sentuh dan kau cium.
Kuhibur hatiku, berharap semoga sakit sepi ini hanya sementara. Berharap nanti akan terbiasa dan kuat menjalani hidup tanpa dirimu. Dan kuhabiskan waktu bermanja-manja dengan puisi, untuk sekedar melupakan kenangan indah bersama dirimu yang justru membuat hatiku makin sepi.
Ya... Aku berusaha untuk tetap tenang. Mencoba menjalani hidup seperti sebelum adanya dirmu. Tapi entah mengapa, hingga kini, masih saja hatiku menggigil dalam sepi. Tanpa dirimu.
Ya, Semua berjalan seperti biasa kecuali hidupku. Ada yang hilang dari diriku yaitu dirimu. Bidadari cantik yang biasanya menemani hari-hariku dengan belaian lembut penuh sayang dan kata-kata mesra penuh cinta.
Bagai lumpuh tak berdaya menjalani hidup tanpa dirimu. Namun aku berusaha untuk tetap tenang. Sekuat tenaga menahan butiran air yang mengembun di kedua mataku. Mengusapnya dengan cepat, agar tidak jatuh mengalir ke pipiku, tempat yang sering kau sentuh dan kau cium.
Kuhibur hatiku, berharap semoga sakit sepi ini hanya sementara. Berharap nanti akan terbiasa dan kuat menjalani hidup tanpa dirimu. Dan kuhabiskan waktu bermanja-manja dengan puisi, untuk sekedar melupakan kenangan indah bersama dirimu yang justru membuat hatiku makin sepi.
Ya... Aku berusaha untuk tetap tenang. Mencoba menjalani hidup seperti sebelum adanya dirmu. Tapi entah mengapa, hingga kini, masih saja hatiku menggigil dalam sepi. Tanpa dirimu.
Senin, 16 November 2009
Les Photos de Papa
"Mon Pere est un professeur de Francois," ujar kawanku sambil memandang foto ayahnya. Ucapannya membawa pikiranku melayang kembali kepada seorang lelaki mengagumkan yang biasa aku panggil Bapak. Bukan seorang guru atau orang terpelajar seperti ayah dari kawanku itu, melainkan hanyalah seorang nelayan di danau Toba.
Di Paris yang kemilau dengan jutaan warna-warni cahaya lampu ini, aku merindukan indahnya kemilau cahaya bulan yang dengan segala kelembutan mencium wajah cantik danau toba di desa kami tercinta, Paropo. Desa indah di mana Bapak tanpa kenal lelah membesarkan dan mendidik kami anak-anaknya dengan segenap kekuatan yang di milikinya.
"Nak, aku berharap kamu tetap di sini, karena kamu anak lelakiku satu-satunya. Tapi kalau kau ingin pergi untuk mengejar cita-citamu, pergilah... Tuhan akan menjaga engkau." Demikian Bapak berkata waktu aku memutuskan untuk meninggalkan kampung halaman.
Bapak memelukku dengan sangat erat, seakan kami tak akan pernah bertemu kembali. Lalu aku pun pergi dengan meninggalkan kecemasan dan harapan yang tergambar jelas di mata orang tua itu.
Aku rindu berjumpa dengan Bapak, walaupun nanti hanya dapat kutemui di dalam bingkai kayu yang terpampang di dinding papan rumah kami. Di tepi danau toba.
Di Paris yang kemilau dengan jutaan warna-warni cahaya lampu ini, aku merindukan indahnya kemilau cahaya bulan yang dengan segala kelembutan mencium wajah cantik danau toba di desa kami tercinta, Paropo. Desa indah di mana Bapak tanpa kenal lelah membesarkan dan mendidik kami anak-anaknya dengan segenap kekuatan yang di milikinya.
"Nak, aku berharap kamu tetap di sini, karena kamu anak lelakiku satu-satunya. Tapi kalau kau ingin pergi untuk mengejar cita-citamu, pergilah... Tuhan akan menjaga engkau." Demikian Bapak berkata waktu aku memutuskan untuk meninggalkan kampung halaman.
Bapak memelukku dengan sangat erat, seakan kami tak akan pernah bertemu kembali. Lalu aku pun pergi dengan meninggalkan kecemasan dan harapan yang tergambar jelas di mata orang tua itu.
Aku rindu berjumpa dengan Bapak, walaupun nanti hanya dapat kutemui di dalam bingkai kayu yang terpampang di dinding papan rumah kami. Di tepi danau toba.
Label:
Puisi
Kamis, 12 November 2009
Turun mesin puisiku
Turun mesin puisiku
Setelah sekian lama setia bersamaku
Mungkin telah letih didera sang waktu
Sekarang puisiku berada di bengkel puisi nomor satu
Beristirahat untuk waktu seminggu
Agar kembali memiliki kekuatan baru.
Puisiku bukanlah puisi keluaran baru
Telah berumur lebih dari Sewindu
Kini hanya kuat menderu
Tapi lemah melaju
Puisi yang selalu menemaniku
Di jalan penuh debu.
Aku datangi mekanik puisiku
Yang terlihat memiliki tampang lugu
Tapi mungkin saja menipuku tanpa ragu
Mana aku tahu ...?
Mungkin saja ia memasangkan titik, koma dan tanda tanya palsu di puisiku
Atau mungkin juga suatu tanda seru palsu!
Tak sabar lagi aku menunggu
Kembali berada di dalam puisiku
Lalu melaju tanpa ragu
Menyusuri negeri-negeri baru
Di kerajaan buku
Setelah sekian lama setia bersamaku
Mungkin telah letih didera sang waktu
Sekarang puisiku berada di bengkel puisi nomor satu
Beristirahat untuk waktu seminggu
Agar kembali memiliki kekuatan baru.
Puisiku bukanlah puisi keluaran baru
Telah berumur lebih dari Sewindu
Kini hanya kuat menderu
Tapi lemah melaju
Puisi yang selalu menemaniku
Di jalan penuh debu.
Aku datangi mekanik puisiku
Yang terlihat memiliki tampang lugu
Tapi mungkin saja menipuku tanpa ragu
Mana aku tahu ...?
Mungkin saja ia memasangkan titik, koma dan tanda tanya palsu di puisiku
Atau mungkin juga suatu tanda seru palsu!
Tak sabar lagi aku menunggu
Kembali berada di dalam puisiku
Lalu melaju tanpa ragu
Menyusuri negeri-negeri baru
Di kerajaan buku
Label:
Puisi
Jumat, 06 November 2009
Beautiful moments
Dalam rindu, kuusap lembut indah namamu yang terukir manis di kalung grafis ini.
Seakan mampu menyentuh indah bibirmu dengan ujung jariku.
Dalam rindu, kuramaikan hati ini dengan kenangan indah saat bersamamu
tentang malam-malam indah penuh bintang yang pernah kita lewati.
Dalam setiap rindu, kutersadar penuh takjub, bahwa saat-saat terindah dalam hidupku,
adalah saat berada dalam hangat cintamu.
Seakan mampu menyentuh indah bibirmu dengan ujung jariku.
Dalam rindu, kuramaikan hati ini dengan kenangan indah saat bersamamu
tentang malam-malam indah penuh bintang yang pernah kita lewati.
Dalam setiap rindu, kutersadar penuh takjub, bahwa saat-saat terindah dalam hidupku,
adalah saat berada dalam hangat cintamu.
Label:
Puisi
Selasa, 27 Oktober 2009
I Love You More
Ganteng kali anakku ini, jas hitam yang dikenakannya sangat serasi dengan wajahnya yang putih bersih. Rambutnya yang hitam dan lebat tertata dengan sangat rapi. Pasti sudah banyak gadis yang terpikat kepadanya. Apalagi dia sangat sopan dan ramah kepada setiap orang, juga aktif dalam berbagai kegiatan-kegiatan sosial dan rohani.
Cukup lama aku merindukan kehadiran seorang anak. Sebelas tahun aku menantikannya. Istriku yang cantik berkali-kali mengalami keguguran dalam setiap kehamilannya. Dokter mengatakan bahwa kandungannya lemah, sehingga janin tidak dapat berkembang dengan baik. Oleh karena itu, dia harus menjalani kuretase, pembersihan dinding rahim dengan kuret.
Kehidupan rumah tangga tanpa si buah hati yang cukup lama memang terasa sangat menjemukan. Kami berusaha mengisi kekosongan itu dengan berwisata ke berbagai tempat atau dengan mengikuti berbagai kegiatan-kegiatan sosial. Namun tetap saja ada yang terasa kurang ketika kami kembali ke rumah. Situasi seperti itu sering menimbulkan pertengkaran diantara kami berdua. Beberapa kerabat bahkan ada yang memberikan saran negatif, supaya aku menceraikan istriku. " Buat apa mempertahankan perempuan yang tidak bisa memberimu keturunan," kata mereka.
Memang bagi kami Orang Batak, adalah sesuatu kekurangan yang sangat besar jika tidak memiliki anak laki-laki. Karena bagi kami anak laki-laki merupakan penyambung garis keturunan di keluarga. Tapi aku tidak mau menceraikan istriku. Aku sangat mencintainya. Perempuan yang selalu ada di sampingku dalam segala keadaan, bahkan di masa-masa yang sangat sulit dalam hidupku.
Akhirnya setelah penantian yang cukup lama, istriku hamil lagi. Kami sangat gembira karenanya, walaupun ada rasa takut di hati kami, seandainya terjadi masalah seperti kehamilan-kehamilannya sebelumnya. Dokter kandungan menyarankan agar istriku beristirahat total selama masa kehamilan.
Syukur pada Tuhan, semuanya berjalan dengan baik. Saat proses persalinan aku menemani istriku. Ada rasa cemas, takut dan gugup ketika mendengar rintihan-rintihan dan erangan-erangannya selama proses melahirkan. Lalu ketika terdengar tangisan bayi kami, segera segala rintihan dan erangannya berubah menjadi tangis haru baginya, dan juga bagiku.
Seperti harapan kami, kami di anugerahi bayi laki-laki. Sangat sehat. Dengan berat badan 3500 gram dan panjang 50 cm, ukuran yang cukup besar untuk bayi yang baru di lahirkan. Peristiwa luar biasa dalam hidupku. Proses kelahiran anakku yang juga merupakan proses kelahiranku menjadi seorang ayah.
Kami memberi nama Yusuf pada anak kami. "Penantianku untuk memiliki anak, sama seperti penantian Rahel yang melahirkan Yusuf bagi Yakub," begitu kata istriku. Yusuf Hasiholan, demikian nama lengkapnya. Harapan kami, semoga Yusuf menjadi anak yang baik dan cerdas, yang kelak bisa menjadi salah satu pemimpin yang bijaksana di negeri ini, layaknya cerita Yusuf dalam Alkitab.
Aku sangat berbahagia karena telah menjadi seorang ayah yang memiliki anak yang rupawan seperti Yusuf. Aku mengajarinya bermain catur, badminton, memainkan gitar,berenang, bersepeda dan segala hal yang ku anggap perlu baginya.
Aku teringat ketika ia mulai terampil mengendarai sepeda roda dua, kemana-mana ia selalu bersama sepedanya. sehingga ia sering lupa waktu untuk tidur siang, karena terlalu asyik bersepeda. Ia sangat bangga akan kemampuannya bersepeda. Pernah suatu sore, ia ingin memamerkan kemampuannya bersepeda padaku. " Papa, lihat Papa...!" teriaknya. Ternyata ia sedang mengendarai sepedanya tanpa memegang stang kendali sepedanya. Tapi tak lama kemudian sepedanya oleng dan dia terjatuh dengan keras. Aku terkejut melihatnya. Tapi ia segera bangkit dari jatuhnya sambil tersenyum malu padaku untuk menyembunyikan rasa sakitnya, dan kembali melaju dengan sepedanya. Ha ha ha... Mantap, Anakku Yusuf Hasiholan. Calon pemimpin harus kuat dan tidak gampang menyerah.
Sering ia menelepon ke kantorku untuk memberi tahu kalau ia mendapatkan nilai bagus di sekolahnya, atau menceritakan hal-hal yang dia rasa menarik untuk di ceritakan padaku. Di akhir pembicaraan biasanya dia akan menutup dengan ucapan " Sudah ya, Pa. I Love you, Papa..." Senang aku mendengarnya. Pasti di ajari mamanya. " I Love you, More..." jawabku. Namun lambat laun, ketika ia bertambah besar ucapan "I love Papa," tidak lagi terdenar dari mulutnya. Ia hanya berkata, " Sudah dulu ya, Papa... Yusuf tutup teleponnya ya..." Aku mengerti. Mungkin sedang puber, jadi agak risih atau malu jika terdenga teman-temannya berkata I Love you, Papa.
Setelah lulus SMA, Yusuf di terima di Sekolah Tinggi Calon Pemimpin Nasional. Betapa bangganya aku. Harapan kami sebagai orang tuanya agar ia kelak menjadi salah satu pemimpin di negeri ini akan segera menjadi kenyataan. Dan Yusuf akan tinggal di asrama kampusnya sampai studinya selesai.
Sebagai ucapan rasa syukur pada Tuhan, Yusuf memberikan satu kesaksian pujian pada ibadah minggu di gereja. Dengan petikan gitarnya yang lembut ia menyanyikan pujian bagi Tuhan,
Great is Thy faithfulness, o God, my Father
There is no shadow of turning with Thee
Thou changest not, Thy compassions they fail not
As Thou hast been Thou forever wilt be
Great is Thy faithfulness, great is Thy faithfulness
Morning by morning new mercies I see
All I have needed Thy hand hath provided
Great is Thy faithfulness, Lord, unto me
Summer and winter and spring time and harvest
Sun, moon and stars in their courses above
Join with all nature in manifold witness
To Thy great faithfulness, mercy and love
Pardon and sin and a peace that endureth
Thy own dear presence to cheer and to guide
Strength for today and bright hope for tomorrow
Blessings all mine, with ten thousand beside
Great is Thy faithfulness, great is Thy faithfulness
Morning by morning new mercies I see
All I have needed Thy hand hath provided
Great is Thy faithfulness, Lord, unto me
Sungguh suatu peristiwa yang sangat indah. Kami semua seakan diajak untuk menghitung kembali segala kebaikan Tuhan. Sampai akhirnya seluruh jemaat turut menaikkan pujian ini. Sungguh bangga aku memiliki anak seperti dia.
Esok Harinya Ia berpamitan untuk berangkat ke kampusnya guna mengikuti masa orientasi perkuliahan. Ia memeluk dan mencium pipi mamanya, minta di doakan agar studinya berhasil. Kemudian ia memelukku dan berkata pelan " I love you, Papa..." Kata-kata yang sudah lama tidak aku dengar. Senang rasanya terdengar lagi. " Baik-baik kau ya, nak... Jangan lupa berdoa," kataku. Ia mengangguk dan pergi meninggalkan kami berdua. Aku melihatnya sampai naik ke atas bus dan berkata dalam hati " I love you more, Yusuf Hasiholan..."
Ganteng kali anakku, Yusuf Hasiholan. Dengan mengenakan jas hitam yang sangat serasi dengan kulit wajahnya yang putih bersih. Rambutnya yang hitam lebat tertata dengan rapi. Tadi pagi, aku yang memakaikan jas itu ke tubuhnya, dan menyisirkan rambutnya agar dia makin terlihat tampan. Teringat kembali ketika aku bersama mamanya memakaikan bajunya ketika masih kecil. Lalu ia berdiri di muka cermin dan berkata sambil tersenyum dengan jenaka " Papa... Yusuf Ganteng kan, Papa..."
Ada kepedihan yang menyakitkan ketika pagi ini aku memakaikan jas yang kini dikenakannya. Mamanya tak henti-hentinya membelai kepala anakku Yusuf dan memanggil-manggil namanya " Yusuf bangun, sayang... Ini mama, sayang..."
Aku tak pernah menyangka bahwa anakku yusuf akan pulang dalam keadaan seperti ini. Anakku yang ganteng ini meninggal pada saat menjalani orientasi perkuliahan di kampusnya. Diduga ia mengalami penyiksaan oleh para seniornya. Entah kenapa di sekolah para calon pemimpin itu ada ritual kekerasan yang mengakibatkan kematian bagi anakku.
Inilah saat terakhir aku melihat wajah anakku Yusuf. Anak yang ku tunggu selama sebelas tahun, anak penghiburan bagi kami, anak yang kami harapkan menjadi salah satu pemimpin di negeri ini, anak kebanggaan kami.
Terbayang kembali tawa jenakanya. Lalu peti jenazah pun ditutup dan berkumandang lagu penghiburan, "Ndang mabiar ahu di si... Tuhan Jesus donganki... Sai ihutthononku Jesus, oloanku nama i..." Terngiang kembali ucapan Si Yusuf kecil, " I love you, Papa..."
Selamat jalan Anakku, Yusuf Hasiholan... I love you more.
Cukup lama aku merindukan kehadiran seorang anak. Sebelas tahun aku menantikannya. Istriku yang cantik berkali-kali mengalami keguguran dalam setiap kehamilannya. Dokter mengatakan bahwa kandungannya lemah, sehingga janin tidak dapat berkembang dengan baik. Oleh karena itu, dia harus menjalani kuretase, pembersihan dinding rahim dengan kuret.
Kehidupan rumah tangga tanpa si buah hati yang cukup lama memang terasa sangat menjemukan. Kami berusaha mengisi kekosongan itu dengan berwisata ke berbagai tempat atau dengan mengikuti berbagai kegiatan-kegiatan sosial. Namun tetap saja ada yang terasa kurang ketika kami kembali ke rumah. Situasi seperti itu sering menimbulkan pertengkaran diantara kami berdua. Beberapa kerabat bahkan ada yang memberikan saran negatif, supaya aku menceraikan istriku. " Buat apa mempertahankan perempuan yang tidak bisa memberimu keturunan," kata mereka.
Memang bagi kami Orang Batak, adalah sesuatu kekurangan yang sangat besar jika tidak memiliki anak laki-laki. Karena bagi kami anak laki-laki merupakan penyambung garis keturunan di keluarga. Tapi aku tidak mau menceraikan istriku. Aku sangat mencintainya. Perempuan yang selalu ada di sampingku dalam segala keadaan, bahkan di masa-masa yang sangat sulit dalam hidupku.
Akhirnya setelah penantian yang cukup lama, istriku hamil lagi. Kami sangat gembira karenanya, walaupun ada rasa takut di hati kami, seandainya terjadi masalah seperti kehamilan-kehamilannya sebelumnya. Dokter kandungan menyarankan agar istriku beristirahat total selama masa kehamilan.
Syukur pada Tuhan, semuanya berjalan dengan baik. Saat proses persalinan aku menemani istriku. Ada rasa cemas, takut dan gugup ketika mendengar rintihan-rintihan dan erangan-erangannya selama proses melahirkan. Lalu ketika terdengar tangisan bayi kami, segera segala rintihan dan erangannya berubah menjadi tangis haru baginya, dan juga bagiku.
Seperti harapan kami, kami di anugerahi bayi laki-laki. Sangat sehat. Dengan berat badan 3500 gram dan panjang 50 cm, ukuran yang cukup besar untuk bayi yang baru di lahirkan. Peristiwa luar biasa dalam hidupku. Proses kelahiran anakku yang juga merupakan proses kelahiranku menjadi seorang ayah.
Kami memberi nama Yusuf pada anak kami. "Penantianku untuk memiliki anak, sama seperti penantian Rahel yang melahirkan Yusuf bagi Yakub," begitu kata istriku. Yusuf Hasiholan, demikian nama lengkapnya. Harapan kami, semoga Yusuf menjadi anak yang baik dan cerdas, yang kelak bisa menjadi salah satu pemimpin yang bijaksana di negeri ini, layaknya cerita Yusuf dalam Alkitab.
Aku sangat berbahagia karena telah menjadi seorang ayah yang memiliki anak yang rupawan seperti Yusuf. Aku mengajarinya bermain catur, badminton, memainkan gitar,berenang, bersepeda dan segala hal yang ku anggap perlu baginya.
Aku teringat ketika ia mulai terampil mengendarai sepeda roda dua, kemana-mana ia selalu bersama sepedanya. sehingga ia sering lupa waktu untuk tidur siang, karena terlalu asyik bersepeda. Ia sangat bangga akan kemampuannya bersepeda. Pernah suatu sore, ia ingin memamerkan kemampuannya bersepeda padaku. " Papa, lihat Papa...!" teriaknya. Ternyata ia sedang mengendarai sepedanya tanpa memegang stang kendali sepedanya. Tapi tak lama kemudian sepedanya oleng dan dia terjatuh dengan keras. Aku terkejut melihatnya. Tapi ia segera bangkit dari jatuhnya sambil tersenyum malu padaku untuk menyembunyikan rasa sakitnya, dan kembali melaju dengan sepedanya. Ha ha ha... Mantap, Anakku Yusuf Hasiholan. Calon pemimpin harus kuat dan tidak gampang menyerah.
Sering ia menelepon ke kantorku untuk memberi tahu kalau ia mendapatkan nilai bagus di sekolahnya, atau menceritakan hal-hal yang dia rasa menarik untuk di ceritakan padaku. Di akhir pembicaraan biasanya dia akan menutup dengan ucapan " Sudah ya, Pa. I Love you, Papa..." Senang aku mendengarnya. Pasti di ajari mamanya. " I Love you, More..." jawabku. Namun lambat laun, ketika ia bertambah besar ucapan "I love Papa," tidak lagi terdenar dari mulutnya. Ia hanya berkata, " Sudah dulu ya, Papa... Yusuf tutup teleponnya ya..." Aku mengerti. Mungkin sedang puber, jadi agak risih atau malu jika terdenga teman-temannya berkata I Love you, Papa.
Setelah lulus SMA, Yusuf di terima di Sekolah Tinggi Calon Pemimpin Nasional. Betapa bangganya aku. Harapan kami sebagai orang tuanya agar ia kelak menjadi salah satu pemimpin di negeri ini akan segera menjadi kenyataan. Dan Yusuf akan tinggal di asrama kampusnya sampai studinya selesai.
Sebagai ucapan rasa syukur pada Tuhan, Yusuf memberikan satu kesaksian pujian pada ibadah minggu di gereja. Dengan petikan gitarnya yang lembut ia menyanyikan pujian bagi Tuhan,
Great is Thy faithfulness, o God, my Father
There is no shadow of turning with Thee
Thou changest not, Thy compassions they fail not
As Thou hast been Thou forever wilt be
Great is Thy faithfulness, great is Thy faithfulness
Morning by morning new mercies I see
All I have needed Thy hand hath provided
Great is Thy faithfulness, Lord, unto me
Summer and winter and spring time and harvest
Sun, moon and stars in their courses above
Join with all nature in manifold witness
To Thy great faithfulness, mercy and love
Pardon and sin and a peace that endureth
Thy own dear presence to cheer and to guide
Strength for today and bright hope for tomorrow
Blessings all mine, with ten thousand beside
Great is Thy faithfulness, great is Thy faithfulness
Morning by morning new mercies I see
All I have needed Thy hand hath provided
Great is Thy faithfulness, Lord, unto me
Sungguh suatu peristiwa yang sangat indah. Kami semua seakan diajak untuk menghitung kembali segala kebaikan Tuhan. Sampai akhirnya seluruh jemaat turut menaikkan pujian ini. Sungguh bangga aku memiliki anak seperti dia.
Esok Harinya Ia berpamitan untuk berangkat ke kampusnya guna mengikuti masa orientasi perkuliahan. Ia memeluk dan mencium pipi mamanya, minta di doakan agar studinya berhasil. Kemudian ia memelukku dan berkata pelan " I love you, Papa..." Kata-kata yang sudah lama tidak aku dengar. Senang rasanya terdengar lagi. " Baik-baik kau ya, nak... Jangan lupa berdoa," kataku. Ia mengangguk dan pergi meninggalkan kami berdua. Aku melihatnya sampai naik ke atas bus dan berkata dalam hati " I love you more, Yusuf Hasiholan..."
Ganteng kali anakku, Yusuf Hasiholan. Dengan mengenakan jas hitam yang sangat serasi dengan kulit wajahnya yang putih bersih. Rambutnya yang hitam lebat tertata dengan rapi. Tadi pagi, aku yang memakaikan jas itu ke tubuhnya, dan menyisirkan rambutnya agar dia makin terlihat tampan. Teringat kembali ketika aku bersama mamanya memakaikan bajunya ketika masih kecil. Lalu ia berdiri di muka cermin dan berkata sambil tersenyum dengan jenaka " Papa... Yusuf Ganteng kan, Papa..."
Ada kepedihan yang menyakitkan ketika pagi ini aku memakaikan jas yang kini dikenakannya. Mamanya tak henti-hentinya membelai kepala anakku Yusuf dan memanggil-manggil namanya " Yusuf bangun, sayang... Ini mama, sayang..."
Aku tak pernah menyangka bahwa anakku yusuf akan pulang dalam keadaan seperti ini. Anakku yang ganteng ini meninggal pada saat menjalani orientasi perkuliahan di kampusnya. Diduga ia mengalami penyiksaan oleh para seniornya. Entah kenapa di sekolah para calon pemimpin itu ada ritual kekerasan yang mengakibatkan kematian bagi anakku.
Inilah saat terakhir aku melihat wajah anakku Yusuf. Anak yang ku tunggu selama sebelas tahun, anak penghiburan bagi kami, anak yang kami harapkan menjadi salah satu pemimpin di negeri ini, anak kebanggaan kami.
Terbayang kembali tawa jenakanya. Lalu peti jenazah pun ditutup dan berkumandang lagu penghiburan, "Ndang mabiar ahu di si... Tuhan Jesus donganki... Sai ihutthononku Jesus, oloanku nama i..." Terngiang kembali ucapan Si Yusuf kecil, " I love you, Papa..."
Selamat jalan Anakku, Yusuf Hasiholan... I love you more.
Label:
Cerita
Demi Tuhan, Aku Mencintaimu.
Pendar sinar Bulan menari gemulai di atas permukaan laut
Menghiasi indahnya suasana malam kita yang semakin larut
"Buatkan aku satu puisi..." ucapmu lembut
Indah matamu meminta langsung ke hatiku
Tidakkah kau menyadari? Dirimu adalah puisi paling indah dalam hidupku
Dalam irama, mantra, rima, larik dan bait hidup mempesona,
yang membuatku tak pernah berhenti mengagumi dirimu
Lalu di hadapan Sang Bulan, kubisikan satu baris puisi di telingamu:
"Demi Tuhan, aku mencintaimu."
Menghiasi indahnya suasana malam kita yang semakin larut
"Buatkan aku satu puisi..." ucapmu lembut
Indah matamu meminta langsung ke hatiku
Tidakkah kau menyadari? Dirimu adalah puisi paling indah dalam hidupku
Dalam irama, mantra, rima, larik dan bait hidup mempesona,
yang membuatku tak pernah berhenti mengagumi dirimu
Lalu di hadapan Sang Bulan, kubisikan satu baris puisi di telingamu:
"Demi Tuhan, aku mencintaimu."
Label:
Puisi
Apakah Dia Mencintaimu Seperti Aku Mencintaimu?
Di taman ini kita biasa bertemu
Tempat di mana kita selalu memadu rindu
Ah, bahagianya jika berada di sampingmu
Dan aku tahu bahwa kamu merasakan hal yang sama
Aku suka menyandarkan kepalaku dengan manja ke bahumu,
Mencium aroma khas harum tubuhmu
Sementara tanganmu dengan lembut membelai rambutku,
memainkannya dengan jemarimu
Sambil sesekali kau benahi rambutku
menempatkan helai-helainya di bagian atas daun telingaku
"Apakah aku secantik dia?" Sering aku bertanya begitu
Tapi kau hanya tersenyum kecil dan menjawab " Aku sayang kamu, ya..."
Sambil tanganmu terus membelai rambutku
Dan aku melihat ke hatimu melalui teduh matamu
Aku tahu bahwa kau berkata jujur
Tapi entah mengapa, aku dapat merasakan
bahwa akan tiba saatnya kau pasti akan meninggalkan aku
Dan kalau rasa takut itu datang,
aku akan memelukmu dengan sangat erat,
meminta kepada Tuhan supaya Dia mau menghentikan waktu
Memohon supaya jangan ada lagi hari esok
Agar aku bisa tertidur pulas dalam pelukanmu
di taman yang indah ini.
Hanya aku dan kamu
Apakah harus sesakit ini untuk mencintaimu?
Kalau memang harus demikian, Aku bersedia, sayang... Aku bersedia.
Asalkan aku selalu mendapat bagian dalam cintamu
Walaupun hanya sedikit saja
Di taman ini kini aku seorang diri
Sementara kau sedang bersama kekasihmu itu
Apakah aku secantik dia?
Apakah kau membelai rambutnya seperti membelai rambutku?
Apakah dia mencintaimu seperti aku mencintaimu?
Di taman ini aku merindukanmu seorang diri
Menyaksikan capung-capung yang berkejaran memanggil hujan
Hingga akhirnya rintik-rintik kecil gerimis perlahan-lahan membasahi taman kita yang indah ini
Kubiarkan butir-butir air hujan jatuh di atas tubuhku
Kurasakan sebagai kecupan-kecupan kecil dan belaian-belaian lembut darimu
Di rambutku, di pipiku, di bahuku, di seluruh tubuhku.
Kecupan dan belaian yang selalu membuat aku takut kehilangan dirimu
Tempat di mana kita selalu memadu rindu
Ah, bahagianya jika berada di sampingmu
Dan aku tahu bahwa kamu merasakan hal yang sama
Aku suka menyandarkan kepalaku dengan manja ke bahumu,
Mencium aroma khas harum tubuhmu
Sementara tanganmu dengan lembut membelai rambutku,
memainkannya dengan jemarimu
Sambil sesekali kau benahi rambutku
menempatkan helai-helainya di bagian atas daun telingaku
"Apakah aku secantik dia?" Sering aku bertanya begitu
Tapi kau hanya tersenyum kecil dan menjawab " Aku sayang kamu, ya..."
Sambil tanganmu terus membelai rambutku
Dan aku melihat ke hatimu melalui teduh matamu
Aku tahu bahwa kau berkata jujur
Tapi entah mengapa, aku dapat merasakan
bahwa akan tiba saatnya kau pasti akan meninggalkan aku
Dan kalau rasa takut itu datang,
aku akan memelukmu dengan sangat erat,
meminta kepada Tuhan supaya Dia mau menghentikan waktu
Memohon supaya jangan ada lagi hari esok
Agar aku bisa tertidur pulas dalam pelukanmu
di taman yang indah ini.
Hanya aku dan kamu
Apakah harus sesakit ini untuk mencintaimu?
Kalau memang harus demikian, Aku bersedia, sayang... Aku bersedia.
Asalkan aku selalu mendapat bagian dalam cintamu
Walaupun hanya sedikit saja
Di taman ini kini aku seorang diri
Sementara kau sedang bersama kekasihmu itu
Apakah aku secantik dia?
Apakah kau membelai rambutnya seperti membelai rambutku?
Apakah dia mencintaimu seperti aku mencintaimu?
Di taman ini aku merindukanmu seorang diri
Menyaksikan capung-capung yang berkejaran memanggil hujan
Hingga akhirnya rintik-rintik kecil gerimis perlahan-lahan membasahi taman kita yang indah ini
Kubiarkan butir-butir air hujan jatuh di atas tubuhku
Kurasakan sebagai kecupan-kecupan kecil dan belaian-belaian lembut darimu
Di rambutku, di pipiku, di bahuku, di seluruh tubuhku.
Kecupan dan belaian yang selalu membuat aku takut kehilangan dirimu
Label:
Puisi
Kamu
Hati yang mengerti arti kata menanti
Jiwa yang tidak takut terluka dalam setia penantian
Mampu berdamai dengan sepi
Dalam menggapai mimpi
"Kalau aku rindu kamu, aku akan membuka album langit, memandangi paras elok rembulan dan kerling jenaka bintang-bintang nan jelita. Hadiah yang kau berikan padaku sebagai tanda cinta." Itu katamu
Sederhana dalam mencinta namun terasa istimewa
Bersahaja dalam segala keindahan namun semakin mempesona
Tidak pernah bertanya mengapa,
tapi selalu berkata: " Aku mengerti, sayang. Jangan kuatir, aku akan selalu ada untukmu."
Kamu, Hadiah dari surga
Bagi diriku
Jiwa yang tidak takut terluka dalam setia penantian
Mampu berdamai dengan sepi
Dalam menggapai mimpi
"Kalau aku rindu kamu, aku akan membuka album langit, memandangi paras elok rembulan dan kerling jenaka bintang-bintang nan jelita. Hadiah yang kau berikan padaku sebagai tanda cinta." Itu katamu
Sederhana dalam mencinta namun terasa istimewa
Bersahaja dalam segala keindahan namun semakin mempesona
Tidak pernah bertanya mengapa,
tapi selalu berkata: " Aku mengerti, sayang. Jangan kuatir, aku akan selalu ada untukmu."
Kamu, Hadiah dari surga
Bagi diriku
Label:
Puisi
Di Akhir Cerita
Gambar dirimu adalah awal dari sebuah cerita.
Cerita yang perlahan terisi banyak hal tentang kita
Terjalin dalam percakapan tentang dirimu dan diriku
Tentang hasrat dan mimpi, tentang masa lalu dan hal-hal yang akan datang.
Cerita tentang keriangan masa kanak-kanak,
yang dengan penuh kegembiraan berlarian di tengah hujan.
Tentang kebun mawar di belakang rumah,
tentang taman di tengah kota yang sering kau lalui,
Serta hal-hal yang biasa terjadi di sekeliling kita.
Semua cerita-cerita sederhana itu menjadi begitu indah mengalir dari mulutmu.
Hingga suatu saat, semua cerita itu membuat kau dan aku saling mengingini.
Dan suaramu dengan lembut memanggilku dengan kata sayang.
Lalu nama kita berdua seakan menghilang, melebur dalam satu kata sayang,
Saling menyapa dengan kata sayang.
Dalam sebuah cerita, kita saling terjatuh dalam cinta
Saling mencumbu dan merayu satu sama lain
Saling mengisi kekosongan dalam diri kita masing-masing
Bercinta, seakan tidak ingin berhenti menuangkan kasih sayang
Untuk memenuhi hati kita dengan segala kebahagiaan
Dan cerita terus berlanjut dalam dunia yang penuh cerita
Seperti perjalanan air sungai yang akhirnya bermuara ke laut,
demikian juga cerita niscaya akan berakhir.
Namun di akhir cerita aku ingin menjadi orang yang paling berbahagia
Dengan membahagiakanmu di dalam kebahagiaan cerita kita.
Cerita yang perlahan terisi banyak hal tentang kita
Terjalin dalam percakapan tentang dirimu dan diriku
Tentang hasrat dan mimpi, tentang masa lalu dan hal-hal yang akan datang.
Cerita tentang keriangan masa kanak-kanak,
yang dengan penuh kegembiraan berlarian di tengah hujan.
Tentang kebun mawar di belakang rumah,
tentang taman di tengah kota yang sering kau lalui,
Serta hal-hal yang biasa terjadi di sekeliling kita.
Semua cerita-cerita sederhana itu menjadi begitu indah mengalir dari mulutmu.
Hingga suatu saat, semua cerita itu membuat kau dan aku saling mengingini.
Dan suaramu dengan lembut memanggilku dengan kata sayang.
Lalu nama kita berdua seakan menghilang, melebur dalam satu kata sayang,
Saling menyapa dengan kata sayang.
Dalam sebuah cerita, kita saling terjatuh dalam cinta
Saling mencumbu dan merayu satu sama lain
Saling mengisi kekosongan dalam diri kita masing-masing
Bercinta, seakan tidak ingin berhenti menuangkan kasih sayang
Untuk memenuhi hati kita dengan segala kebahagiaan
Dan cerita terus berlanjut dalam dunia yang penuh cerita
Seperti perjalanan air sungai yang akhirnya bermuara ke laut,
demikian juga cerita niscaya akan berakhir.
Namun di akhir cerita aku ingin menjadi orang yang paling berbahagia
Dengan membahagiakanmu di dalam kebahagiaan cerita kita.
Label:
Puisi
Di Kebun Tebu
Di kebun tebu
Ku minta kau menjadi kekasihku
Terlihat rona merah di wajah cantikmu
Tertunduk dalam bahagia dan malu
Lalu kupotong sebatang tebu
Untuk kita nikmati bersama
Merayakan indahnya jatuh cinta
Cinta yang manis di antara pepohonan tebu
Ku minta kau menjadi kekasihku
Terlihat rona merah di wajah cantikmu
Tertunduk dalam bahagia dan malu
Lalu kupotong sebatang tebu
Untuk kita nikmati bersama
Merayakan indahnya jatuh cinta
Cinta yang manis di antara pepohonan tebu
Label:
Puisi
Bagai Embun
Pagi ini, aku melihat embun menjatuhkan diri dengan manja ke dalam pelukan daun
Butir moleknya bergemulai indah,
memancarkan kebahagiaan tentang hati yang berserah
dan menyatu dalam cinta
Aku bersyukur telah melihat kebahagiaan itu di dirimu
Di anggukan manja pada senyuman manis
Dan tatapan sejuk penuh cinta
Dari matamu yang indah bagai embun
Saat aku memintamu
Untuk menikah denganku
Butir moleknya bergemulai indah,
memancarkan kebahagiaan tentang hati yang berserah
dan menyatu dalam cinta
Aku bersyukur telah melihat kebahagiaan itu di dirimu
Di anggukan manja pada senyuman manis
Dan tatapan sejuk penuh cinta
Dari matamu yang indah bagai embun
Saat aku memintamu
Untuk menikah denganku
Label:
Puisi
Terima Kasih, Tuhan...
Tuhan, Semalam aku diam-diam membuka dompetMu.
Aku senang...
Ada fotoku di situ.
Terima kasih, Tuhan...
I love You.
Aku senang...
Ada fotoku di situ.
Terima kasih, Tuhan...
I love You.
Label:
Puisi
Aku Mencintaimu dengan Sepuluh Jari
Aku sungguh bahagia jika tiba sore hari
Artinya aku akan berjumpa denganmu sebentar lagi
Aku bersiap-siap dan merapikan diri
Memakai minyak wangi yang kau sukai
Menjumpaimu di layar tujuh belas inchi
Berbicara dari hati ke hati
Sayang, aku mencintaimu dengan sepuluh jari
Empat puluh kata per menit.
Artinya aku akan berjumpa denganmu sebentar lagi
Aku bersiap-siap dan merapikan diri
Memakai minyak wangi yang kau sukai
Menjumpaimu di layar tujuh belas inchi
Berbicara dari hati ke hati
Sayang, aku mencintaimu dengan sepuluh jari
Empat puluh kata per menit.
Label:
Puisi
Senin, 26 Oktober 2009
Semalam Aku Membencimu
Semalam aku membencimu
Lalu dengan marah kulukis wajahmu di langit
Tanpa rambut....
Tanpa Mata...
Tanpa lesung pipi, walaupun aku sangat menyukai lesung pipimu
Tanpa mulut dan telinga...
Kulampiaskan marahku di langit.
Lho kok, jadi gambar bulan...?
Gawat..!!! Jadi ada dua rembulan di langit.
Aku segera berlari pulang
Bersembunyi di kolong tempat tidur
Takut dimarahi Tuhan
Untuk mempertanggung jawabkan perbuatanku
Karena membencimu
(Padahal aku mencintaimu)
Lalu dengan marah kulukis wajahmu di langit
Tanpa rambut....
Tanpa Mata...
Tanpa lesung pipi, walaupun aku sangat menyukai lesung pipimu
Tanpa mulut dan telinga...
Kulampiaskan marahku di langit.
Lho kok, jadi gambar bulan...?
Gawat..!!! Jadi ada dua rembulan di langit.
Aku segera berlari pulang
Bersembunyi di kolong tempat tidur
Takut dimarahi Tuhan
Untuk mempertanggung jawabkan perbuatanku
Karena membencimu
(Padahal aku mencintaimu)
Label:
Puisi
Mati
"Fakir miskin dan anak terlantar di pelihara oleh negara." Kutemukan kalimat tua itu tergeletak lemah tak berdaya, di tempat parkir sebuah bar kelas atas di bilangan Senayan. Dari mulutnya tercium jelas aroma minuman keras.
Segera ku panggil petugas kesehatan untuk memeriksanya. Segala upaya di lakukan. Namun sayang nyawanya tidak tertolong lagi. Dia mati di tempat.
Kereta jenazah di datangkan untuk mengangkut mayat kalimat itu. " Bagaimana ini...? Pasal itu telah mati. Siapa yang akan kita angkat untuk menggantikannya...?" terdengar ucapan salah seorang yang berkerumun di sana.
"Ahh... Biarkan saja. Kita tak perlu menggantinya. Biarkan saja ruang kerjanya kosong. Jadi kita tidak terlalu repot mengurusi yang bukan keluarga kita. Nanti kita kirim saja bunga duka cita yang besar dan kita karang-karang saja tulisan tentang jasa-jasanya selama ini. Ayo, kita lanjutkan pesta kita. kematian seperti ini adalah hal yang lumrah dan di maklumi oleh masyarakat kita. Lagian mereka kan sibuk cari makan. Mana sempat memikirkan hal-hal seperti ini. Besok juga masyarakat sudah lupa." Sahut seorang di sebelahnya. Dan merekapun beranjak menuju tempat mereka berpesta.
Hmm... Mereka bicara apa ya...? Kok aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan...? Ah... Sebaiknya aku pulang saja. Bukan urusanku. Sebaiknya aku urus saja urusanku sendiri, supaya aku tidak mati mengenaskan seperti kalimat tua itu.
Segera ku panggil petugas kesehatan untuk memeriksanya. Segala upaya di lakukan. Namun sayang nyawanya tidak tertolong lagi. Dia mati di tempat.
Kereta jenazah di datangkan untuk mengangkut mayat kalimat itu. " Bagaimana ini...? Pasal itu telah mati. Siapa yang akan kita angkat untuk menggantikannya...?" terdengar ucapan salah seorang yang berkerumun di sana.
"Ahh... Biarkan saja. Kita tak perlu menggantinya. Biarkan saja ruang kerjanya kosong. Jadi kita tidak terlalu repot mengurusi yang bukan keluarga kita. Nanti kita kirim saja bunga duka cita yang besar dan kita karang-karang saja tulisan tentang jasa-jasanya selama ini. Ayo, kita lanjutkan pesta kita. kematian seperti ini adalah hal yang lumrah dan di maklumi oleh masyarakat kita. Lagian mereka kan sibuk cari makan. Mana sempat memikirkan hal-hal seperti ini. Besok juga masyarakat sudah lupa." Sahut seorang di sebelahnya. Dan merekapun beranjak menuju tempat mereka berpesta.
Hmm... Mereka bicara apa ya...? Kok aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan...? Ah... Sebaiknya aku pulang saja. Bukan urusanku. Sebaiknya aku urus saja urusanku sendiri, supaya aku tidak mati mengenaskan seperti kalimat tua itu.
Silja Line
Di atas kapal ini, angin hembuskan sejuknya di antara indah rambutmu.
Membelai lembut, membentuk lambaian manja dari setiap helai rambutmu.
Kurapatkan tubuhku ke tubuhmu
"Apakah kau mencintaiku?" tanyaku.
"Tahukah kamu kedalaman makna dari kata itu?" kau balik bertanya dengan lembut.
"Ajari aku seberapa dalam maknanya..." jawabku.
Kau memalingkan wajahmu ke arah birunya laut di bawah kita.
Sambil membetulkan letak kacamatamu, seakan sedang menyelami kedalamannya.
Kemudian kau berpaling ke arahku
Menggenggam erat jemari tanganku dengan kedua tanganmu.
Lalu mencium pipiku dengan lembut
Tanpa berkata sesuatu apapun.
Aku bahagia, sekalipun hanya mendapat bagian kecil dari cintamu.
Cinta yang tak pernah kau katakan.
Membelai lembut, membentuk lambaian manja dari setiap helai rambutmu.
Kurapatkan tubuhku ke tubuhmu
"Apakah kau mencintaiku?" tanyaku.
"Tahukah kamu kedalaman makna dari kata itu?" kau balik bertanya dengan lembut.
"Ajari aku seberapa dalam maknanya..." jawabku.
Kau memalingkan wajahmu ke arah birunya laut di bawah kita.
Sambil membetulkan letak kacamatamu, seakan sedang menyelami kedalamannya.
Kemudian kau berpaling ke arahku
Menggenggam erat jemari tanganku dengan kedua tanganmu.
Lalu mencium pipiku dengan lembut
Tanpa berkata sesuatu apapun.
Aku bahagia, sekalipun hanya mendapat bagian kecil dari cintamu.
Cinta yang tak pernah kau katakan.
Label:
Puisi
Menanti Kekasih
Malam sepi
Membeku
Kutatap langit musim dinginku
Aurora borealis menari
Setia menemani
Dengan gaun warna-warni
Hingga awal musim semi
Menanti dirimu
Sampai ke pelukanku
Dan cinta bersemi
Membeku
Kutatap langit musim dinginku
Aurora borealis menari
Setia menemani
Dengan gaun warna-warni
Hingga awal musim semi
Menanti dirimu
Sampai ke pelukanku
Dan cinta bersemi
Label:
Puisi
Berlutut Hatiku Menyerah
Berlutut hatiku menyerah
Di indah lesung pipimu
Terjatuh hatiku tak berdaya
Di indah senyummu
Di indah lesung pipimu
Terjatuh hatiku tak berdaya
Di indah senyummu
Tiga Luka
Sayang, lihatlah jantungku ini...
Ada tiga goresan luka di situ
Luka pertama, ketika pertama kali kau sebutkan namanya sebagai cinta pertamamu
Luka yang kedua, karena lebih dari dua kali engkau menyebutkan namanya di setiap canda tawa kita
Luka yang ketiga, ketika kau salah menyebut namaku dengan namanya walaupun sudah tiga bulan kita memadu kasih
Namun demikian, Sayang...
Jantungku tetap bertahan dengan ketiga lukanya,
berharap akan datang waktunya
jantungku menjadi satu-satunya jantung hatimu.
Tanpa terluka lagi.
Ada tiga goresan luka di situ
Luka pertama, ketika pertama kali kau sebutkan namanya sebagai cinta pertamamu
Luka yang kedua, karena lebih dari dua kali engkau menyebutkan namanya di setiap canda tawa kita
Luka yang ketiga, ketika kau salah menyebut namaku dengan namanya walaupun sudah tiga bulan kita memadu kasih
Namun demikian, Sayang...
Jantungku tetap bertahan dengan ketiga lukanya,
berharap akan datang waktunya
jantungku menjadi satu-satunya jantung hatimu.
Tanpa terluka lagi.
Label:
Puisi
LEMBUR
Dia menciumku... dia menciumku tepat di bibirku..!!! Ah, nikmatnya. Apa yang selama ini aku harapkan menjadi kenyataan. Akhirnya ia menciumku. Tepat di bibirku. Dan aku pun terhanyut dalam aliran lembut bibir dan lidahnya.
Siapa yang tidak akan jatuh cinta kepadanya..? Lelaki ini kelihatan begitu sempurna. Mata yang jernih, kulit yang segar, penampilan yang rapi, serta gaya rambut yang menarik. Jika ia berbicara, tampak jelas barisan giginya yang bersih juga rapi. Dan kalau dia tersenyum... Woow!!! Semuanya dapat di ringkas dalam satu kata : Tampan.
Aku adalah staff baru di kantor ini. Masih dalam masa pengawasan. Si Tampan itu sering mampir ke meja kerjaku, sekedar bertanya beberapa hal atau menawarkan bantuan jika di lihatnya aku mengalami kesulitan dalam pekerjaan baruku.
Aku senang jika ia ada di dekatku. Aroma parfumnya yang khas dan segar, mampu memberikan kesejukan yang menyenangkan bagiku. Ia terlihat makin tampan dengan dasi yang menghiasi pakaian kerjanya. Ingin rasanya sekali waktu aku yang memasangkan dasi di lehernya. Membayangkan betapa dekatnya wajahku dan wajahnya saat memasangkan dasinya.
Dengan sabar dan lembut ia mengajariku tentang segala sesuatu yang harus aku lakukan sehubungan dengan pekerjaanku. Sampai suatu ketika tanpa sengaja jari jemari kami bersentuhan di '"mouse"" komputerku. Wow... Jantungku terasa berdetak lebih cepat, dan darahku serasa mengalir lebih deras. Ya, Tuhan... Senangnya hati ini. Lalu kami saling bertatapan dan dia tersenyum kepadaku. Oh, my God...
Jatuh cinta lagikah aku..? Atau hanya sekedar nafsu belaka..? Terjatuhkah aku kembali, ke dalam cinta seperti ini...? Tak ingin rasanya melepaskan bibir ini dari bibirnya. Tak ingin rasanya melepaskan kehangatan pelukan Si tampanku ini.
Apakah ia juga jatuh cinta kepadaku..? Binar matanya itu sudah cukup sebagai jawaban bagiku...(Ia tidak melepaslan gengaman tangannya di jemariku). Semoga saat-saat seperti ini tidak pernah berhenti.
Tapi malam sudah semakin larut. Kami pun harus berpisah. Ia melepaskan genggaman tangannya dan mencium bibirku sekali lagi. Ciuman yang dalam dan hangat.. seakan tak ingin di lepaskannya.
Ia mengantarku sampai ke depan rumahku. Entah apa yang akan ku katakan pada Ranny, istriku, mengenai hal ini. Mungkin alasan seperti yang biasa ku katakan padanya : Lembur.
Siapa yang tidak akan jatuh cinta kepadanya..? Lelaki ini kelihatan begitu sempurna. Mata yang jernih, kulit yang segar, penampilan yang rapi, serta gaya rambut yang menarik. Jika ia berbicara, tampak jelas barisan giginya yang bersih juga rapi. Dan kalau dia tersenyum... Woow!!! Semuanya dapat di ringkas dalam satu kata : Tampan.
Aku adalah staff baru di kantor ini. Masih dalam masa pengawasan. Si Tampan itu sering mampir ke meja kerjaku, sekedar bertanya beberapa hal atau menawarkan bantuan jika di lihatnya aku mengalami kesulitan dalam pekerjaan baruku.
Aku senang jika ia ada di dekatku. Aroma parfumnya yang khas dan segar, mampu memberikan kesejukan yang menyenangkan bagiku. Ia terlihat makin tampan dengan dasi yang menghiasi pakaian kerjanya. Ingin rasanya sekali waktu aku yang memasangkan dasi di lehernya. Membayangkan betapa dekatnya wajahku dan wajahnya saat memasangkan dasinya.
Dengan sabar dan lembut ia mengajariku tentang segala sesuatu yang harus aku lakukan sehubungan dengan pekerjaanku. Sampai suatu ketika tanpa sengaja jari jemari kami bersentuhan di '"mouse"" komputerku. Wow... Jantungku terasa berdetak lebih cepat, dan darahku serasa mengalir lebih deras. Ya, Tuhan... Senangnya hati ini. Lalu kami saling bertatapan dan dia tersenyum kepadaku. Oh, my God...
Jatuh cinta lagikah aku..? Atau hanya sekedar nafsu belaka..? Terjatuhkah aku kembali, ke dalam cinta seperti ini...? Tak ingin rasanya melepaskan bibir ini dari bibirnya. Tak ingin rasanya melepaskan kehangatan pelukan Si tampanku ini.
Apakah ia juga jatuh cinta kepadaku..? Binar matanya itu sudah cukup sebagai jawaban bagiku...(Ia tidak melepaslan gengaman tangannya di jemariku). Semoga saat-saat seperti ini tidak pernah berhenti.
Tapi malam sudah semakin larut. Kami pun harus berpisah. Ia melepaskan genggaman tangannya dan mencium bibirku sekali lagi. Ciuman yang dalam dan hangat.. seakan tak ingin di lepaskannya.
Ia mengantarku sampai ke depan rumahku. Entah apa yang akan ku katakan pada Ranny, istriku, mengenai hal ini. Mungkin alasan seperti yang biasa ku katakan padanya : Lembur.
Label:
Cerita
Minggu, 25 Oktober 2009
Kepada puisi
Puisi, bawa aku pergi dari rasa sepi yang menyakitkan ini
Bawa aku ke kediamanmu
Tempat aku meletakkan kepalaku dengan manja di pahamu
Sampai Sepi ini pergi menjauh
Dari hatiku
Bawa aku ke kediamanmu
Tempat aku meletakkan kepalaku dengan manja di pahamu
Sampai Sepi ini pergi menjauh
Dari hatiku
Label:
Puisi
MEI
Mei. Mei Gracia. Itulah nama anak kami yang cantik. Umurnya baru sebelas tahun. Rambutnya ikal, berkulit putih dan bermata sipit seperti ibunya. Bidadari kecil kami memiliki senyum yang manis sekali. Sering membuat kami tertawa kebingungan karena dari mulutnya sering terlontar pertanyaan-pertanyaan yang kadang -kadang di luar dugaan kami sehingga kami sulit menjawabnya dalam bahasa yang sederhana. Misalnya ketika ia bertanya " kenapa mama cantik dan kulitnya bersih seperti orang cina, sedangkan papa hitam seperti beruang. Padahal kan sama-sama orang batak...?" he he he... Dasar anak-anak...
Putriku lahir pada bulan mei 1998, ketika kota Jakarta sedang porak poranda di landa kerusuhan besar yang sangat mengerikan. Didahului dengan krisis ekonomi, para mahasiswa melakukan aksi demonstrasi menuntut perbaikan keadaan dan pergantian kepemimpinan yang berujung pada penembakan mahasiswa oleh aparat keamanan di kampus Trisakti , Grogol, hingga mengakibatkan tewasnya empat orang mahasiswa yang sedang melakukan demonstrasi.
Setelah itu secara mengerikan terjadilah kerusuhan yang mengakibatkan terbunuhnya lebih dari seribu orang penduduk jakarta. Gedung-gedung perkantoran dan pertokoan yang diduga milik etnis Tionghoa dijarah dan dihancurkan oleh massa yang mengamuk. Diberitakan juga pada waktu kerusuhan, terjadi juga pemerkosaan terhadap perempuan- perempuan berkulit putih dan bermata sipit, seperti mata putriku, di berbagai sudut kota. Sungguh mengherankan, karena terjadi secara serempak dan seperti memiliki target yang sama.
Nadya, ibu dari anakku berasal dari suku Batak Toba bermarga Silalahi. Ia sangat cantik bagiku. Ia memiliki penampilan fisik yang mirip dengan teman-temannya yang berasal dari etnik Tionghoa pada umumnya, berkulit putih dan bermata sipit. Saudara-saudaranya sering menggoda dia dengan sebutan "Cina ga punya toko." Kalau di goda begitu dia hanya tertawa dan menjawab "Gua ini Cina kantoran.. he he he..."
Setelah Aku menikahinya, pada usia enam bulan pernikahan, Tuhan memberikan kehamilan kepadanya yang membuatnya kelihatan semakin cantik. Sungguh beruntung aku beristrikan dia.
Pada bulan kedua pemeriksaan kehamilan, diketahuilah bahwa Nadya, istriku tercinta memiliki suatu penyakit dalam tubuhnya. Yaitu tumbuhnya jaringan baru abnormal yang berasal dari jaringan otot pada perutnya yang di sebut mioma. Orang- orang biasa menyebutnya kista. Lalu pada bulan ke empat masa kehamilan, Nadya mengalami sakit yang tidak biasa pada perutnya. Dengan bergegas aku membawanya ke dokter kandungan. Setelah diperiksa secara seksama, dokter menganjurkan, demi keselamatan ibunya, penyakit tersebut harus di angkat beserta dengan janin di dalam kandungan istriku. Disampaikan bahwa pertumbuhan penyakitnya berlomba-lomba dengan pertumbuhan janin pada kandungannya. Lemas sekujur tubuhku mendengar Ucapan sang dokter.
Rapat keluarga besarpun diadakan. Keputusannya adalah bahwa kami lebih mementingkan keselamatan si ibu dan bersedia di gugurkan kandungan istriku. Tapi istriku tidak mau. sambil menangis ia berkata: "Jika anakku harus mati, biarlah dia mati bersama aku". Dia tetap mempertahankan bayi dalam kandungannya.
Dalam keadaan yang kalut, kami pun mencari "second opinion" ke dokter kandungan yang lain. Akhirnya kami pindah ke rumah sakit lain di bilangan Cawang. Dokter di sana bersedia menangani penyakit istriku tanpa harus menggugurkan kandungan. Ia memberi obat yang bisa menghambat pertumbuhan penyakit pada Nadya dan selalu melakukan kontrol secara intensif pada pertumbuhan janin. Akhirnya pada bulan mei 1998, melalui operasi caesar akhirnya anakku lahir dengan selamat. Syukur pada Tuhan, Nadya dan anakku Selamat.
Seorang temanku memberikan ucapan selamat sambil mengodaku. Dia mengatakan bahwa kelahiran anak perempuan memiliki suatu pesan khusus bagi para laki-laki yaitu untuk mengingatkan betapa banyaknya "dosa" kita di masa lalu. Sialan, kawanku ini, bah! Bikin malu saja. Tapi mungkin pesan itu benar dan tepat di tujukan kepada para pemerkosa di bulan mei.
Setiap tahun di akhir bulan mei, kami selalu mengadakan perayaan ulang tahun putri kami, Mei Gracia. Kami menyalakan lilin di atas kue tart dan mendoakan semoga anak kami diberikan panjang umur dan masa depan yang gemilang. Kami bersyukur pada Tuhan karena di bulan mei yang mengerikan itu kami dianugerahi seorang putri yang cantik, yang hampir saja tidak dilahirkan kalau bukan karena kuat cinta ibunya untuk mempertahankannya.
Setelah perayaan ulang tahun selesai, dan putri kami Mei Gracia tertidur, aku dan istriku menyalakan satu lilin lagi di depan rumah kami. Lilin itu untuk mengingatkan kami bahwa di bulan bahagia kelahiran putri kami, pada bulan mei yang sama, terjadi kejadian yang sangat memilukan. Pada bulan Mei 1998, ada banyak perempuan indonesia, Mei-Mei yang lain, di hancurkan hidupnya dan di rusak masa depannya dengan cara di perkosa. kami tidak akan pernah lupa.
Putriku lahir pada bulan mei 1998, ketika kota Jakarta sedang porak poranda di landa kerusuhan besar yang sangat mengerikan. Didahului dengan krisis ekonomi, para mahasiswa melakukan aksi demonstrasi menuntut perbaikan keadaan dan pergantian kepemimpinan yang berujung pada penembakan mahasiswa oleh aparat keamanan di kampus Trisakti , Grogol, hingga mengakibatkan tewasnya empat orang mahasiswa yang sedang melakukan demonstrasi.
Setelah itu secara mengerikan terjadilah kerusuhan yang mengakibatkan terbunuhnya lebih dari seribu orang penduduk jakarta. Gedung-gedung perkantoran dan pertokoan yang diduga milik etnis Tionghoa dijarah dan dihancurkan oleh massa yang mengamuk. Diberitakan juga pada waktu kerusuhan, terjadi juga pemerkosaan terhadap perempuan- perempuan berkulit putih dan bermata sipit, seperti mata putriku, di berbagai sudut kota. Sungguh mengherankan, karena terjadi secara serempak dan seperti memiliki target yang sama.
Nadya, ibu dari anakku berasal dari suku Batak Toba bermarga Silalahi. Ia sangat cantik bagiku. Ia memiliki penampilan fisik yang mirip dengan teman-temannya yang berasal dari etnik Tionghoa pada umumnya, berkulit putih dan bermata sipit. Saudara-saudaranya sering menggoda dia dengan sebutan "Cina ga punya toko." Kalau di goda begitu dia hanya tertawa dan menjawab "Gua ini Cina kantoran.. he he he..."
Setelah Aku menikahinya, pada usia enam bulan pernikahan, Tuhan memberikan kehamilan kepadanya yang membuatnya kelihatan semakin cantik. Sungguh beruntung aku beristrikan dia.
Pada bulan kedua pemeriksaan kehamilan, diketahuilah bahwa Nadya, istriku tercinta memiliki suatu penyakit dalam tubuhnya. Yaitu tumbuhnya jaringan baru abnormal yang berasal dari jaringan otot pada perutnya yang di sebut mioma. Orang- orang biasa menyebutnya kista. Lalu pada bulan ke empat masa kehamilan, Nadya mengalami sakit yang tidak biasa pada perutnya. Dengan bergegas aku membawanya ke dokter kandungan. Setelah diperiksa secara seksama, dokter menganjurkan, demi keselamatan ibunya, penyakit tersebut harus di angkat beserta dengan janin di dalam kandungan istriku. Disampaikan bahwa pertumbuhan penyakitnya berlomba-lomba dengan pertumbuhan janin pada kandungannya. Lemas sekujur tubuhku mendengar Ucapan sang dokter.
Rapat keluarga besarpun diadakan. Keputusannya adalah bahwa kami lebih mementingkan keselamatan si ibu dan bersedia di gugurkan kandungan istriku. Tapi istriku tidak mau. sambil menangis ia berkata: "Jika anakku harus mati, biarlah dia mati bersama aku". Dia tetap mempertahankan bayi dalam kandungannya.
Dalam keadaan yang kalut, kami pun mencari "second opinion" ke dokter kandungan yang lain. Akhirnya kami pindah ke rumah sakit lain di bilangan Cawang. Dokter di sana bersedia menangani penyakit istriku tanpa harus menggugurkan kandungan. Ia memberi obat yang bisa menghambat pertumbuhan penyakit pada Nadya dan selalu melakukan kontrol secara intensif pada pertumbuhan janin. Akhirnya pada bulan mei 1998, melalui operasi caesar akhirnya anakku lahir dengan selamat. Syukur pada Tuhan, Nadya dan anakku Selamat.
Seorang temanku memberikan ucapan selamat sambil mengodaku. Dia mengatakan bahwa kelahiran anak perempuan memiliki suatu pesan khusus bagi para laki-laki yaitu untuk mengingatkan betapa banyaknya "dosa" kita di masa lalu. Sialan, kawanku ini, bah! Bikin malu saja. Tapi mungkin pesan itu benar dan tepat di tujukan kepada para pemerkosa di bulan mei.
Setiap tahun di akhir bulan mei, kami selalu mengadakan perayaan ulang tahun putri kami, Mei Gracia. Kami menyalakan lilin di atas kue tart dan mendoakan semoga anak kami diberikan panjang umur dan masa depan yang gemilang. Kami bersyukur pada Tuhan karena di bulan mei yang mengerikan itu kami dianugerahi seorang putri yang cantik, yang hampir saja tidak dilahirkan kalau bukan karena kuat cinta ibunya untuk mempertahankannya.
Setelah perayaan ulang tahun selesai, dan putri kami Mei Gracia tertidur, aku dan istriku menyalakan satu lilin lagi di depan rumah kami. Lilin itu untuk mengingatkan kami bahwa di bulan bahagia kelahiran putri kami, pada bulan mei yang sama, terjadi kejadian yang sangat memilukan. Pada bulan Mei 1998, ada banyak perempuan indonesia, Mei-Mei yang lain, di hancurkan hidupnya dan di rusak masa depannya dengan cara di perkosa. kami tidak akan pernah lupa.
Label:
Cerita
Kepada Batsyeba Istriku
Semoga kita selalu dalam bimbingan Tuhan.
Batsyeba istriku,
Bagaimana kabarmu, sayang? Sedang sibuk apa di rumah? Kabarku baik di sini. Sayang, sungguh aku sangat merindukanmu. Rindu harum rambutmu, aroma tubuhmu, manis bibirmu, dan tentu saja aku rindu masakanmu. He he he... Tidak ada makanan selezat masakanmu.
Batsyeba cantik,
Seandainya kita sudah memiliki anak, tentu kamu tidak terlalu kesepian jika aku tinggalkan pergi bertugas seperti saat ini, ya... Seandainya kita sudah punya anak, mungkin kamu sekarang sedang asyik mengajari mereka bernyanyi, mengeja huruf dan menulis angka sambil tertawa bercanda, atau mungkin kamu sedang jengkel menghadapi kenakalan mereka. He he he... Anak-anak, memang selalu ada-ada saja tingkah mereka. Tapi tingkah anak-anak selalu lebih banyak menimbulkan gelak tawa dari pada menjengkelkan, bukan?
Jika anak kita perempuan, pasti ia akan cantik dan berambut indah seperti kamu. Dan kalau laki-laki, tentu tampan dan gagah seperti ayahnya, serdadu tangguh yang kini menjadi suami mu. He he he...
Cantik, aku sungguh tidak sabar untuk segera memiliki anak darimu..
Batsyeba bidadariku,
Aku akan segera pulang, sayang. Peperangan ini akan segera berakhir. Kota Raba, kota Bani Amon itu, telah berhasil kami kepung. Tinggal beberapa penyerangan lagi, maka kita akan memenangi perang ini. Kami sudah berada di garis depan. Kami di pimpin oleh Yoab, Panglima perang luar biasa yang menjadi kebangaan Raja kita, Raja Daud. Ia memimpin kami dengan gagah berani dan selalu bisa menyemangati seluruh pasukan dalam setiap pertempuran.
Batsyeba sayang,
Aku bersyukur pada Tuhan, karena memilikimu, ciptaan terindah di seluruh bumi, menjadi istriku yang selalu setia menungguku. Sayang, aku meminta kamu supaya jangan terlalu kuatir mengenai keadaanku. Aku di jaga Tuhan, sayang... Aku berjanji tidak akan mati dalam peperangan ini. Aku akan segera kembali pulang kepadamu, dan akan hidup seribu tahun lagi bersamamu. Lalu kita akan memiliki banyak anak seperti bintang di langit dan pasir di laut.
Sudah dulu ya, cantik, Sampai bertemu nanti. Aku mencintaimu.
Cium dan peluk penuh cinta dari suamimu,
Uria.
Catatan :
* Uria mati terbunuh dalam peperangan menginvasi Kota Raba, dan di beri gelar pahlawan (Uria di tempatkan oleh Panglimanya di garis depan pertempuran agar mati terbunuh)
* Batsyeba kemudian di peristri oleh Daud Raja Israel yang kemudian memiliki anak yang termahsyur ke seluruh dunia, Salomo.
Batsyeba istriku,
Bagaimana kabarmu, sayang? Sedang sibuk apa di rumah? Kabarku baik di sini. Sayang, sungguh aku sangat merindukanmu. Rindu harum rambutmu, aroma tubuhmu, manis bibirmu, dan tentu saja aku rindu masakanmu. He he he... Tidak ada makanan selezat masakanmu.
Batsyeba cantik,
Seandainya kita sudah memiliki anak, tentu kamu tidak terlalu kesepian jika aku tinggalkan pergi bertugas seperti saat ini, ya... Seandainya kita sudah punya anak, mungkin kamu sekarang sedang asyik mengajari mereka bernyanyi, mengeja huruf dan menulis angka sambil tertawa bercanda, atau mungkin kamu sedang jengkel menghadapi kenakalan mereka. He he he... Anak-anak, memang selalu ada-ada saja tingkah mereka. Tapi tingkah anak-anak selalu lebih banyak menimbulkan gelak tawa dari pada menjengkelkan, bukan?
Jika anak kita perempuan, pasti ia akan cantik dan berambut indah seperti kamu. Dan kalau laki-laki, tentu tampan dan gagah seperti ayahnya, serdadu tangguh yang kini menjadi suami mu. He he he...
Cantik, aku sungguh tidak sabar untuk segera memiliki anak darimu..
Batsyeba bidadariku,
Aku akan segera pulang, sayang. Peperangan ini akan segera berakhir. Kota Raba, kota Bani Amon itu, telah berhasil kami kepung. Tinggal beberapa penyerangan lagi, maka kita akan memenangi perang ini. Kami sudah berada di garis depan. Kami di pimpin oleh Yoab, Panglima perang luar biasa yang menjadi kebangaan Raja kita, Raja Daud. Ia memimpin kami dengan gagah berani dan selalu bisa menyemangati seluruh pasukan dalam setiap pertempuran.
Batsyeba sayang,
Aku bersyukur pada Tuhan, karena memilikimu, ciptaan terindah di seluruh bumi, menjadi istriku yang selalu setia menungguku. Sayang, aku meminta kamu supaya jangan terlalu kuatir mengenai keadaanku. Aku di jaga Tuhan, sayang... Aku berjanji tidak akan mati dalam peperangan ini. Aku akan segera kembali pulang kepadamu, dan akan hidup seribu tahun lagi bersamamu. Lalu kita akan memiliki banyak anak seperti bintang di langit dan pasir di laut.
Sudah dulu ya, cantik, Sampai bertemu nanti. Aku mencintaimu.
Cium dan peluk penuh cinta dari suamimu,
Uria.
Catatan :
* Uria mati terbunuh dalam peperangan menginvasi Kota Raba, dan di beri gelar pahlawan (Uria di tempatkan oleh Panglimanya di garis depan pertempuran agar mati terbunuh)
* Batsyeba kemudian di peristri oleh Daud Raja Israel yang kemudian memiliki anak yang termahsyur ke seluruh dunia, Salomo.
Label:
Cerita
Bantu Aku Mendorong Gerobak Ini, Nak... (Kembalikan Anakku)
Sepertinya baru kemarin anakku tersayang masih di sini, membantuku mengangkat krat-krat minuman dagangan ini ke dalam gerobak untuk dibawa pulang ke rumah. Memang itulah kegiatan rutin anakku tersayang jika malam sudah tiba. Kemudian ia mendorongkan gerobak yang kami jadikan warung ini ke rumah kami. Lalu besok pagi ia mendorong gerobak ini kembali ke tempat ini, di jalan D.I. Panjaitan, Cawang, tempat biasa kami berdagang untuk mencukupi segala kebutuhan kami.
Menjadi pedagang kaki lima bukanlah pekerjaan yang menyenangkan. Panas yang menyengat, debu dan asap dari knalpot kendaraan yang lalu lalang, air hujan yang sering memasuki warung kami yang menyelinap melalui lubang-lubang tenda warung yang mulai melapuk di sana-sini, disertai dengan angin yang mengoyang-goyang tendanya menjadi begitu akrab bagi kami. Tapi inilah cara kami memperoleh uang untuk mencukupi kebutuhan kami. bahkan anakku tersayang bisa melajutkan kuliah, yang tentunya dengan sering meminta dispensasi waktu pembayaran.
Bangga sekali aku, walaupun dengan cara yang teramat sangat berhemat, aku bisa membiayai kuliahnya. Sering kudengar bisik-bisik beberapa orang bahwa kampus anakku tercinta itu di sebut sebagai kampus abal-abal. Yah, memang sebegitulah kemampuanku. Tapi anakku tersayang tidak pernah minder atau rendah diri. Ia tetap sering tersenyum dan menyapa beberapa temannya yang sedang duduk-duduk di pinggir jalan,walaupun ia sedang mendorong gerobak kami.
Ah, anakku tersayang, di mana kau sekarang nak? Apakah engkau sedang berkelakar dengan teman-temanmu? Ataukah sedang membicarakan pujaanmu, Presiden Soekarno, seperti yang biasa kau lakukan bersama teman-temanmu kalau kalian berkumpul di warung kita? Di mana kau, nak ? Apakah kamu sudah makan anakku tersayang?
Sepertinya baru kemarin anakku tersayang masih di sini. Membantuku melayani pembeli sebelum dia berangkat kuliah. "Udah bu, duduk aja. aku yang ngelayanin..." katanya. Fito, itulah nama anakku. ramah pembawaanya dan mudah bergaul dengan siapa saja. Tetapi dia tidak suka berbicara atau tersenyum dengan oknum-oknum berseragam polisi dan tentara atau yang perawakannya mirip polisi dan tentara yang sekali-kali mampir ke warung kami. Memang beberapa kali anakku tersayang melihat kordinator judi dadu atau penjual VCD porno bajakan di dekat warung kami memberikan uang kepada mereka-mereka itu. Mungkin kejadian itulah penyebabnya.
Aku ingat, waktu Fitoku masih kecil, ia sering di ajak oleh almarhum ayahnya ke toko buku. Ia senang sekali kalau dibelikan komik-komik super hero, kemudian memamerkannya kepada teman-teman sebayanya. Ah, Fitoku sayang, ia sangat bersemangat menceritakan tokoh-tokoh di dalam komiknya dengan penuh gaya. Pernah ia mengambil sarung ayahnya dan diikatkan ke lehernya supaya terlihat seperti sayap Superman katanya sambil tersenyum. Terlihat jelas lesung pipi anakku . Fitoku yang lucu. di mana kamu sekarang, nak? Apakah kamu sudah makan, sayang?
Sepertinya baru kemarin anakku, Fito tersayang, masih di pelukanku. Ketika suhu badannya panas dan cengeng karena baru mau tumbuh gigi, merapatkan kepalanya dan merengek di dadaku untuk mencari kehangatan dari ibunya.. Ah, anakku sayang, kapan aku bisa memelukmu lagi...
Sudah 12 tahun aku menunggu Anakku pulang. Sejak dia katakan akan berjuang untuk rakyat. Aku tidak mengerti apa maksudnya waktu itu. Berjuang untuk apa? Bukankah indonesia sudah merdeka? Ah, memang banyak bahasa dan kalimatnya yang tidak begitu ku mengerti. Tetapi aku tahu dari sorot matanya itu, anakku pasti melakukan hal yang benar, seperti keinginannya menjadi Superman waktu masih kecil. Dan sejak saat itu, anakku tersayang tidak pernah kembali...
Lalu ku dengar kabar burung bahwa anakku tersayang di tangkap tentara. Apakah anakku pencuri? Apakah anakku pembuat onar? Di mana kau, nak? Apakah kamu sudah makan malam ini? Pulanglah Fitoku, sayang. Bantu ibumu untuk mendorong gerobak ini... Ibu tidak kuat sendiri... Setelah itu kita makan malam bersama ya, sayang dan jangan pergi lagi.
Menjadi pedagang kaki lima bukanlah pekerjaan yang menyenangkan. Panas yang menyengat, debu dan asap dari knalpot kendaraan yang lalu lalang, air hujan yang sering memasuki warung kami yang menyelinap melalui lubang-lubang tenda warung yang mulai melapuk di sana-sini, disertai dengan angin yang mengoyang-goyang tendanya menjadi begitu akrab bagi kami. Tapi inilah cara kami memperoleh uang untuk mencukupi kebutuhan kami. bahkan anakku tersayang bisa melajutkan kuliah, yang tentunya dengan sering meminta dispensasi waktu pembayaran.
Bangga sekali aku, walaupun dengan cara yang teramat sangat berhemat, aku bisa membiayai kuliahnya. Sering kudengar bisik-bisik beberapa orang bahwa kampus anakku tercinta itu di sebut sebagai kampus abal-abal. Yah, memang sebegitulah kemampuanku. Tapi anakku tersayang tidak pernah minder atau rendah diri. Ia tetap sering tersenyum dan menyapa beberapa temannya yang sedang duduk-duduk di pinggir jalan,walaupun ia sedang mendorong gerobak kami.
Ah, anakku tersayang, di mana kau sekarang nak? Apakah engkau sedang berkelakar dengan teman-temanmu? Ataukah sedang membicarakan pujaanmu, Presiden Soekarno, seperti yang biasa kau lakukan bersama teman-temanmu kalau kalian berkumpul di warung kita? Di mana kau, nak ? Apakah kamu sudah makan anakku tersayang?
Sepertinya baru kemarin anakku tersayang masih di sini. Membantuku melayani pembeli sebelum dia berangkat kuliah. "Udah bu, duduk aja. aku yang ngelayanin..." katanya. Fito, itulah nama anakku. ramah pembawaanya dan mudah bergaul dengan siapa saja. Tetapi dia tidak suka berbicara atau tersenyum dengan oknum-oknum berseragam polisi dan tentara atau yang perawakannya mirip polisi dan tentara yang sekali-kali mampir ke warung kami. Memang beberapa kali anakku tersayang melihat kordinator judi dadu atau penjual VCD porno bajakan di dekat warung kami memberikan uang kepada mereka-mereka itu. Mungkin kejadian itulah penyebabnya.
Aku ingat, waktu Fitoku masih kecil, ia sering di ajak oleh almarhum ayahnya ke toko buku. Ia senang sekali kalau dibelikan komik-komik super hero, kemudian memamerkannya kepada teman-teman sebayanya. Ah, Fitoku sayang, ia sangat bersemangat menceritakan tokoh-tokoh di dalam komiknya dengan penuh gaya. Pernah ia mengambil sarung ayahnya dan diikatkan ke lehernya supaya terlihat seperti sayap Superman katanya sambil tersenyum. Terlihat jelas lesung pipi anakku . Fitoku yang lucu. di mana kamu sekarang, nak? Apakah kamu sudah makan, sayang?
Sepertinya baru kemarin anakku, Fito tersayang, masih di pelukanku. Ketika suhu badannya panas dan cengeng karena baru mau tumbuh gigi, merapatkan kepalanya dan merengek di dadaku untuk mencari kehangatan dari ibunya.. Ah, anakku sayang, kapan aku bisa memelukmu lagi...
Sudah 12 tahun aku menunggu Anakku pulang. Sejak dia katakan akan berjuang untuk rakyat. Aku tidak mengerti apa maksudnya waktu itu. Berjuang untuk apa? Bukankah indonesia sudah merdeka? Ah, memang banyak bahasa dan kalimatnya yang tidak begitu ku mengerti. Tetapi aku tahu dari sorot matanya itu, anakku pasti melakukan hal yang benar, seperti keinginannya menjadi Superman waktu masih kecil. Dan sejak saat itu, anakku tersayang tidak pernah kembali...
Lalu ku dengar kabar burung bahwa anakku tersayang di tangkap tentara. Apakah anakku pencuri? Apakah anakku pembuat onar? Di mana kau, nak? Apakah kamu sudah makan malam ini? Pulanglah Fitoku, sayang. Bantu ibumu untuk mendorong gerobak ini... Ibu tidak kuat sendiri... Setelah itu kita makan malam bersama ya, sayang dan jangan pergi lagi.
Label:
Cerita
Langganan:
Postingan (Atom)