Resensi
Buku
“I’m nearer to God,” ucap lirih seorang
jurnalis kawakan sebelum ia berpulang kepada Sang Khalik. Penyakit kanker
paru-paru telah merengggut nyawanya beberapa waktu lalu.
Dalam ziarah panjang kehidupan,
akhirnya kita akan merindukan pulang. Entah untuk sejenak atau sedikit lebih
lama. Kadang-kadang sangat lama, dan banyak yang pulang untuk tidak kembali.
Tema ‘Pulang” banyak diangkat oleh para
penulis karya sastra. Salah satu diantaranya adalah buku yang ditulis oleh
Fidelis R. Situmorang (FRS) dalam novel pendek terbarunya. Saya sebut novel
pendek, karena buku ini hanya berisi 106 halaman, bukan (minimal) 200 halaman
sebagaimana lazimnya sebuah novel.
Dalam PULANG, ia mengangkat kisah-kisah
kehidupan yang dekat dengan keseharian. Ada cerita tentang istri yang menanggung
rindu pulang saat dirawat di rumah sakit, ada pula kisah anak lelaki yang tak
mau pulang-pulang karena marah pada ayahnya, dan ada ibu tua yang setelah
berjuang untuk tetap hidup akhirnya menyerah pada takdir untuk pulang ke
keabadian.
Fidelis memberi ruang yang luas kepada
pembaca untuk menentukan sendiri makna dari masing-masing cerita. Ia menyusun membuat
kumpulan ceritanya dalam struktur yang khas, mirip dengan ‘novel-novel’ sebelumnya.
Ada tokoh utama, selebihnya tokoh-tokoh pendamping. Yang menarik, tokoh-tokoh
pendamping itu bercerita sendiri mengenai kehidupannya dalam porsi yang
maksimal. Jadi, FRS menulis bukan hanya mewakili tokoh utama yaitu Nathan, juga
tokoh-tokoh lain seperti Martha istrinya, Patar dan ayahnya, bahkan adik iparnya
(Ruben). Semuanya ditulis memakai kata ganti orang pertama tunggal (Aku).
Kita harus membaca sampai selesai baru
memahami bahwa cerita dengan judul “Rahasia” misanya, ditulis mewakili tokoh
Ruben. Ia tidak mengikuti pola mainstream,
dimana nama tokoh ditulis di awal tulisan.
***
Kisah PULANG diawali dengan lamunan
Martha saat diopname di RS. Martha sedang menjalani biopsi untuk melihat apakah
jaringan yang tumbuh di payudaranya berbahaya atau tidak. Dalam penantian yang
mendebarkan itu –Martha harus menunggu hasil laboratorium yang menentukan nasib
penyakitnya— ia mengenang rumah masa kecil dan adiknya yang telah tiada (hal.
1-3).
Penyakit, apapun itu, tampaknya selalu
mengundang rasa takut akan sebuah peristiwa yang bernama kematian. Apalagi saat
mengetahui pasien teman sekamarnya menderita penyakit parah yang mengancam
nyawa. FRS menetralisir keadaan itu dengan
menghadirkan Nathan yang menghibur istrinya (hal. 6).
Kisah-kisah berikutnya dijalin oleh FRS
melalui cerita dari Ruben semasa hidupnya (Rahasia), keharmonisan keluarga
Nathan dan masa lalu keluarga ayahya (Kakek), kisah cinta romantis antara Nathan
dan Martha, hingga pergumulan sahabatnya Patar, yang masih enggan pulang ke
rumah ayahnya. Setting cerita yang dihadirkan semuanya bernuansa keluarga. Bisa
jadi, tema keluarga adalah ‘trade mark’ FRS dalam menuangkan berbagai cerita.
***
Pulang mungkin hanyalah perjalanan
akhir. Ibu tua itu akhirnya berpulang. Ayah Patar juga demikian (hal 83). Yang
satu tak kuat menahan komplikai penyakit yang dideritanya, yang satu tak
sanggup menahan rindu dan rasa bersalah karena mengabaikan anak. Nathan juga pulang,
setidaknya dari perjalanan mendaki gunung Ciremai yang memberinya pelajaran
berharga tentang kehidupan. Namun yang melegakan, penyakit Martha ternyata tidak
berbahaya. Ia bisa pulang ke rumah. Namun ia memberikan empatinya kepada sesama
penyandang kanker dengan memotong pendek rambutnya.
Meski benang merah buku ini cukup jelas,
namun di beberapa bagian FRS menyelipkan satu-dua tulisan yang saya pikir tadinya
hanya tempelan belaka. Misalnya ulasan tentang riwayat hidup Amir Syarifuddin
di halaman 86. Atau kisah perjuangan HR Rasuna Said di halaman 54. Rupanya, itu
semacam pengantar untuk membawa pembaca melihat kisah buku doa yang dipakai oleh
keluarga sang ibu tua. Tampaknya ini sekaligus sebagai bentuk apresiasi penulis
terhadap kedua tokoh/pejuang tersebut.
Dalam PULANG, FRS menyusun kumpulan cerita
yang bisa berdiri sendiri maupun bersambungan (saling terhubung). Barangkali
tidak mudah membuat cerita dengan struktur demikian. Dibutuhkan kejelian dan
persiapan yang matang.
Kita patut mengapresiasi terbitnya buku
ini. PULANG bisa menyegarkan hati yang haus akan kehangatan keluarga. Hanya
saja, ada satu bagian yang menurut saya tidak terlalu relevan dengan tema besar
PULANG, yaitu pada cerita “Sepasang Mata” (hal. 95). Apabila bagian ini
dilepaskan, tidak akan berpengaruh terhadap konsistensi keseluruhan cerita.
Sampulnya cukup unik dengan kesan tiga
dimensi. Menurut saya gambarnya cukup mewakili
tema kesedihan (sisi kelam di bagian dalam) dan tema kebahagiaan (sisi terang
di bagian luar). Apresiasi dari saya untuk Ran Vanray yang merancang gambar
sampulnya.
(Erna Manurung, Pendidik, Pemerhati Sosial)
Dimuat di Tabloid Solafide Edisi IV/2014
Ulasan yang jeli dan komprehensif untuk sebuah karya yang unik. Proficiat ��
BalasHapusAgnes Bemoe