angin berembus pelan
seperti ada suaramu
di antara resah angin
sehelai daun jatuh di kakiku
Rambutnya udah kepanjangan, tuh!
Aku nyengir memberi alasan
Telat mulu jemputnya sih?
Aku nyengir mencari alasan
Merokok melulu sih...
Aku diam. Lalu nyengir
Dibilangin malah nyengir! katamu cemberut
Cerewet, kataku dalam hati
Lalu kuajak kau berjalan-jalan memutari taman. Apa kau tahu bagaimana rasanya jadi pohon? tanyaku
Kau tertawa lalu memukulku pelan. Ada-ada aja kamu, katamu di antara derai tawa. Kurangin merokoknya ya, katamu lagi
Kepalaku jadi pusing. Bukannya mesra-mesraan, tapi malah sering ribut. Untuk hal-hal yang tak penting.
Aku penasaran, bagaimana rasanya jadi pohon, kataku lagi
Dasar sinting! katamu kembali tertawa
angin berembus pelan
seperti ada suaramu
di antara desah angin
Sehelai daun jatuh lagi di kakiku
*****
Bagaimana? Kamu sudah tahu bagaimana kira-kira rasanya jadi pohon?
Aku menggeleng pelan, tersenyum menatap matamu
Lihat! katamu, menunjuk ke arah sehelai daun yang melayang jatuh. Bagaimana itu rasanya ya? katamu lagi
Kita berdua terdiam seperti terkena sihir daun jatuh
Angin berembus pelan, menyeret daun yang baru saja jatuh di aspal
Hmm...
Kau mengelus-elus lembut kepalaku dan menatap kedua mataku
Kenapa? tanyaku
Enggak apa-apa, jawabmu tersenyum. Kupikir kamu sudah tahu bagaimana rasanya jadi pohon, katamu sambil melepaskan tanganmu dari kepalaku
Aku tertawa, lalu menarik pelan tanganmu, meletakkan kembali ke atas kepalaku. Kupandu jari jemarimu yang halus itu mengelus-elus kepalaku
Dasar pohon manja! katamu setengah tertawa
Kalau kamu, apa kamu pernah ingin jadi sesuatu yang lain? tanyaku kepadamu
Kau mengangguk
Ingin jadi apa?
Aku ingin menjadi matamu
Ahahaha... Kenapa?
Supaya aku bisa melihat apa yang kamu lihat
Uhuk uhuk uhuk
Tuh kan batuk-batuk lagi. Makanya jangan merokok terus!.Kaulepaskan tanganmu dari kepalaku
Sinar mentari senja mendadak jadi terasa panas
Lalu kita berdua hanya terdiam memandangi daun-daun jatuh
Aku tak ingin jadi pohon, kataku memecah kesunyian
Supaya aku tak bisa menjadi matamu?
Sunyi kembali menyergap
Rokok rokok rokok, tiba-tiba terdengar suara pedagang rokok asongan memecah kesunyian
Sialan, kataku dalam hati. Enggak, Pak, kataku melambaikan tangan ke pedagang rokok
Suasana menjadi hening kembali
Tiba-tiba kau tertawa. Aku bingung, tetapi juga ikut tertawa. Aku selalu senang mendengar tawamu yang berderai-derai itu
*****
bodoh kan?
lagi-lagi aku datang ke sini
duduk di tempat yang sama
hanya melihat daun-daun jatuh
Hidup ini sekedar mampir lihat-lihat, katamu waktu itu. Apa yang kita lakukan hanya untuk melihat-lihat. Kita ke taman, ke gunung, ke kota orang, keliling dunia... berbaris dalam antrean, menyiapkan segala hal, menyisihkan waktu dan uang, akhirnya hanya untuk melihat-lihat.
Hmm
Begitu kan?
Hmm
Apa arti hmm-mu itu?
Aku menyimak, jawabku cepat
Hmm
Sekarang kamu yang hmm
Ketularan kamu
bodoh kan?
lagi-lagi aku datang ke sini
duduk di tempat yang sama
padahal tak ada dirimu di sini
Ingat waktu ke sea world kemarin? tanyamu waktu itu
Aku mengangguk
Kita ngapain? Cuma lihat-lihat ikan 'kan?
Iya, jawabku
Dan kamu terlambat menjemputku
Mulai lagi deh, kataku dalam hati
Kenapa sih kamu selalu telat setiap kita janjian?
Macet, jawabku seperti biasanya
Kenapa macet terus sih? Memang ada apa di jalan? Kamu lihat-lihat apa? Liatin cewek ya?
Kutatap wajahnya. Alisnya, matanya, hidungnya, mulutnya. Entah kenapa
mulutnya jadi terlihat seperti mulut ikan. Tak berhenti bergerak
Kok malah lihatin bibirku?
Pengen kucium, jawabku pelan
Supaya aku diam?
bodoh kan?
lagi-lagi aku datang ke sini
duduk di tempat yang sama
tertawa sendiri
mengingat tengkar-tengkar kecil kita
Sehelai daun jatuh di pundakmu. Kuraih dan kutunjukkan padamu
Mana yang lebih sedih? tanyaku waktu itu
Daun yang terlepas dari pohonnya, atau pohon yang melepaskan daunnya?
Bibirmu terlihat manis menahan tawa
Mana aku tahu, jawabmu. Kan kamu yang ingin jadi pohon?
Aku tertawa, merasa bodoh sendiri
Kalau menurut kamu? Kau balik bertanya
Aku juga tak tahu, jawabku
Kulepaskan daun itu. Jatuh untuk kedua kalinya. Ke tanah
bodoh kan?
lagi-lagi aku datang ke sini
duduk di tempat yang sama
melihat daun-daun jatuh
padahal tak ada dirimu di sini
Mana lebih sedih, tanyaku kepada sehelai daun jatuh. Dirimu atau pohon itu?
Mana lebih sedih, kata daun itu balik bertanya kepadaku, dirimu atau kekasihmu itu, saat kalian saling melepaskan?
bodoh kan?
lagi-lagi aku datang ke sini
duduk di tempat yang sama
bertanya kepada sehelai daun jatuh
angin berembus pelan
seperti ada suaramu
di antara resah angin
Jumat, 02 Agustus 2019
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar