Minggu, 11 Maret 2012

Aku Menciptakan Ibu

Cerpen dan puisi berkumpul melakukan aksi unjuk rasa. Tuntutannya cuma satu, mereka minta segera diterbitkan. Pengarang yang bingung berusaha menenangkan mereka.

"Nulis itu gampang, nerbitin buku juga gampang kalo ada duit. Jualannya itu yang susah, Coy..." katanya kepada perwakilan pengunjuk rasa.

"Serahkan saja pada pasar!" jawab salah satu wakil demonstran.

Gile... ini pasti puisi jenis Adam Smith. Kata si pengarang dalam hati. "Itu dia masalahnya, pasar nggak terlalu ramah sama kalian!"

"Ter bit... ter bit.. ter bit..!!!" teriak para peserta aksi dengan penuh semangat.

"Jadi kepada siapa karya seperti kami-kami ini diabdikan? Untuk seni itu sendirikah atau untuk manusia?" Teriak wakil demonstran yang lain. "Biarkan pasar yang menetukan!'

"Ter bit... ter bit.. ter bit..!!!" Semakin riuh teriakan para peserta aksi.

Busyet! Jadi pusing sendiri gua, nih... Apa sebaiknya dilakukan penghilangan paksa aja kepada para penggerak aksi?

"Baik... baik... Saya akan pertimbangkan tuntutan kalian. Sekarang silakan kalian pulang dan kembali ke ibu masing-masing."

"Apa matamu rabun? Kami ini sudah ibu-ibu tauuuu...!!!"





"Hahaha... Ini tulisan untuk pengantar buku lo yang baru, Bro?"

"Iya. Cuma belum selesai. Masih nyari endingnya."

"Aneh banget, lo! Korlapnya puisi atau cerpen?

"Hahaha... Kayaknya sih, puisi, Coy..."

"Hahaha... Ternyata ada juga puisi yang pro pasar ya... Eh, gua pesen 5 copy kalau buku lo udah jadi ya..."

"Serius lo? Thanks banget yaa..."

"serius dong..."


"Eh, Coy, gua mau nanya nih..."

"Kenapa, Bro?"

"Lo kan nggak suka baca, apa lagi buku puisi dan cerpen. Kok lo mau beli buku gua segitu banyak?"

"Karena kita teman. Pikirkan bisnis seperti itu."

"Oh, bisnis ya... Gua nggak terlalu ngerti. Kayak ibu-ibu istri pejabat itu ya? Jadi kalau kita bukan teman, lo nggak bakalan beli buku gua ya?"

"Ah, elo nanyanya nyecer banget! Kayak demonstran di bagian pengantar buku lo aja... Hahaha... Kita ngomongin yang lain aja ya..."

"Iya, deh... Coy, lo mau kopi atau teh botol, biar gua pesenin sekalian?"

"Kopi aja, Bro..."



"Gimana kabar nyokap, Coy?"

"Sehat, Bro... Tapi jadi sering hilang sekarang..."

"Maksudnya?"

"Udah pikun banget kali ya, Bro... Seneng banget jalan-jalan sendiri, tapi lupa jalan pulang ke rumah. Hilang bisa 2 hari. Makanya sekarang di kerudung nyokap ditulis nama nyokap sama alamat rumah. Jadi kalo ada orang lain yang nemuin, bisa dianterin pulang ke rumah. Pernah ada orang baik yang nganterin, katanya ketemu nyokap tengah malem lagi neduh dari hujan di emperan toko. Bajunya udah basah banget kena tampias hujan."

"Wah, sampe begitu ya... Emang nggak ada yang nemenin lagi di rumah?"

"sebenernya ada, ponakan-ponakan gua. Cuma namanya anak-anak, kadang-kadang mereka keasyikan main, jadi lupa sama neneknya."

"Kalo memang nggak ada yang khusus merhatiin gitu, mendingan juga dititip di panti jompo, Coy... Bisa lebih aman..."

Kedua sahabat terdiam sejenak

"Eh, sorry, Coy, gua nggak ada maksud...

"Nggak apa-apa, Bro... Gua ngerti, Kok... Lo sendiri gimana? Udah gimana hubungan lo sama nyokap?"

"Makin Buruk, Coy... Minggu kemarin gua ribut lagi sama nyokap. Gua kelepasan ngomong. Gua bilang gua nggak pernah minta dilahirin sama dia. Kalo bisa milih, gua maunya lahir dari perut perempuan lain. Nyokap sampe bengong, abis itu nangis"

"Wah, sadis lo, Bro..."

"Iya... Gua hilang kontrol banget waktu itu. Abis gua dibanding-bandingin terus sama temen-temen yang udah pada sukses."

"Orangtua emang gitu kan... Tapi maksudnya baik. Eh, cepetan minta maaf lo, Bro... Kalau gua paling cuma kehilangan nyokap 2 atau 3 hari, nanti juga ketemu lagi. Tapi kalau lo bisa kehilangan nyokap selamanya kalau nggak buru-buru minta maaf."

"Iya, Coy... Nyesel banget gua nih. Rencananya abis dari percetakan nanti gua mau minta maaf sama nyokap."

"Siiipppp... Seneng gua dengernya... Gua doain Hubungan lo sama nyokap cepet baik lagi ya..."

"Makasih, ya, Coy..."

"Oke deh, gua harus cabut dulu nih... Waktu adalah uang... Hehehe...  Eh, kembali ke soal buku, gua seneng bagian pembukanya, it is with the heart one sees rightly; what is essential is invisible to the eye. Nanti gua inbox alamat pengirimannya ya... Sukses, Bro! Salam sama nyokap."

"Thanks, Coy... Lo juga sukses sama bisnis lo ya... "


Bagi teman-teman yang ingin tahu siapa saja demonstran yang ikut aksi unjuk rasa pada notes ini bisa berkenalan dengan mereka dalam buku:


Aku Menciptakan Ibu
Penerbit Sinar David, 2012
68 hlm + xii ; 13 x 19 cm
ISBN: 978-602-98618-2-2






2 komentar: