Minggu, 18 Juni 2017

Juni

"Hari ini bukuku laku tiga, lumayan bisa buat beli pisang untuk anakku," kata temanku penyair. "Tuhan itu baik ya..." sambungnya lagi.

Aku menganggukkan kepala mengamini ucapannya dalam hati.

"Apa kau akan terus menggantungkan hidupmu sebagai penyair?" tanyaku kepadanya.

Dia diam menarik nafas. "Ini hujannya Sapardi ya?" ucapnya, tak menjawab pertanyaanku, tapi malah mengajak mataku memandang pada hujan.

Hujan yang tipis dan manis, yang berjatuhan lembut di pohon-pohon pisang di hadapan kami, membentuk sungai-sungai kecil yang merambat di daun-daun, batang, hingga ke akarnya.

Hujan yang lembut tapi sepertinya keras kepala karena sudah hampir seharian tak juga mau berhenti.

Sekali lagi aku mengangguk. Dia tersenyum menjawab anggukkanku. Lalu kami berdua terdiam memandangi hujan, membiarkan apa yang tak terucapkan diserap akar pohon pisang itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar