Senin, 26 Juni 2017

Malam Lebaran

Malam Lebaran. Tak ada bulan di atas kuburan. Tak juga ada di atas PGC. Langit hitam. Mungkin dia sedang sembunyi di balik langit. Atau mungkin sedang asyik bersinar di sajak Sitor Situmorang.

Pukul 10 malam. Di lampu merah Cililitan saya terhenti. Tampak lampu-lampu di lantai atas PGC sudah padam. Tak ada bulan di atas PGC.

Jalanan macet. Pedagang kaki lima dan orang-orang tumpah ke jalan. Para pedagang berteriak-teriak memanggil pembeli. Murah dan obral menjadi mantra. Orang-orang merubung para pedagang, melihat-lihat dan memilih barang yang ditawarkan.

Lampu merah berganti hijau. Saya lanjutkan perjalanan yang tersendat-sendat oleh ramainya orang. Di pertigaan jalan menuju rumah, di dekat kuburan, jalan mulai lengang. Anak-anak dan remaja berkumpul di pinggir-pinggir jalan, di dekat mulut gang, membunyikan beduk dan drum, melantunkan takbir. Malam yang indah, malam kemenangan. Saya lambaikan tangan kepada orang-orang yang saya kenal. Mereka balas melambaikan tangan.

Tiba di rumah, saya nyalakan televisi. Saya biarkan televisi bicara sendiri sementara saya membuat kopi.

Malam Lebaran. Televisi bicara sendiri dan saya dengan pikiran saya sendiri. Saya nikmati kopi pelan-pelan. Di atas meja, buku kumpulan cerpen Umar Kayam memanggil-manggil minta dibaca. Lebaran di Karet, di Karet...

Malam Lebaran. Tak ada bulan di atas kuburan, tak juga ada di atas pohon alpukat di depan rumah. Mungkin dia sedang asyik bersinar di sajak Sitor Situmorang. Televisi masih bicara sendiri dan saya menikmati Malam Lebaran di sekumpulan cerpen.

Is, seorang ayah di  dalam cerpen, akan berlebaran seorang diri. Anak-anaknya merayakan di luar negeri. Mengucapkan Selamat Lebaran lewat kartu pos. Rani, istri tercinta, sudah tiada. Monumennya ada di Jeruk Purut walau pun Rani inginkan Karet, seperti bunyi sajak Chairil Anwar: Di Karet, di Karet tempat kita yang akan datang...

Malam Lebaran. Tak ada bulan di atas kuburan, tak juga ada di atas pohon alpukat. Mungkin sedang asyik bersinar di sajaknya Sitor Situmorang. Televisi masih bicara sendiri dan saya tertidur di dalam sebuah cerpen.

Esoknya, di Hari Lebaran, saya ucapkan Selamat Lebaran kepada Is. Lalu kami berpisah. Dengan mobil dinas Toyota tua, ia pergi berlebaran ke Karet, ke tempat Rani ingin dimakamkan, dan saya pergi menengok Ibu. Ke TPU Kebon Pala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar