Jumat, 17 Desember 2010

Pangkalan Ojek Sayang Istri

PANGKALAN OJEK SAYANG ISTRI. Lucu sekali nama pangkalan ojek itu.
"Ojek, Bang...!" kataku sambil melambaikan tangan.
Segera salah satu tukang ojek di barisan paling pinggir menyalakan motornya dan menghampiriku.
"Ke pasar gembrong, berapa?"
"20 ribu, pak"
"Mahal banget! 15 ribu aja ya?"
"17 deh, Pak..."
"15 aja deh..."
"Ayo, deh, naik..."
Sepakat dengan harga, akhirnya aku jadi menggunakan jasanya.

"Nama pangkalan ojeknya lucu ya, Bang"
"Hahaha... Iya, Pak. Si Kardi yang ngasih nama. Dia kepala ojek di situ. Saya wakilnya"
Wah, ada juga jabatan kepala ojek dan wakilnya. kayak di kantor aja. Kataku dalam hati.
"Dia sayang banget sama istrinya ya?"
"Halah... Boro-boro... dia mah paling galak sama istri. Kadang-kadang dia mau bentak-bentak istrinya di depan orang."

Tiba-tiba motor oleng. "Kenapa Bang?" tanyaku kuatir.
"Sialan! Kena paku!" jawabnya dengan nada dongkol
Kami berdua turun dari motor. Dia memeriksa roda belakang motornya.
"Bener kena paku. Apes dah. Maaf ya, Pak, harus tambel dulu, nih... Mau cari ojek lain, Pak?" tanyanya dengan wajah memelas.
"Nggak. Saya ga buru-buru," jawabku tak tega melihat wajahnya.
Beruntung tak jauh dari situ ada tukang tambal ban. Sudah ada 3 motor yang mengantri untuk ditambal.

Sambil menunggu bannya ditambal, aku mengajaknya ngobrol lagi tentang pangkalan ojek mereka.
"Ada berapa orang yang ngojek di sana, Bang?"
"Ada 6 orang"
"Ga banyak ya. Kenapa teman abang tadi sering bentak-bentak istri di depan orang?"
"Wah, namanya juga tukang mabok, Pak... kalau sewa lagi sepi, darah tingginya kumat. Tapi kalau sewa lagi rame, malemnya dia pasti mabok atau main judi. Nah, kalau istrinya nyamperin ke tempat judi atau ke pangkalan, pasti deh kena semprot. Saya kasihan ngelihat istrinya itu"

"Sebenernya yang paling sayang sama istri cuma si Nardi. Dia tuh, Kadang-kadang ga makan siang.
Kalo makan juga paling cuma sama kerupuk atau tempe doang. Ngojek dari subuh sampe jam 10 malem.
Supaya bisa bawa pulang uang banyak untuk istrnya katanya. Makanya dia kurus kering gitu kayak orang kena TBC.
Tapi istrinya gembrot banget, kayak gentong. Sering mintain duit ke pangkalan. Saya mah ogah, punya istri kayak gitu.
Si Nardi itu ga pernah jajan. Ngopi sama rokok juga mintanya sama kita-kita.
Makanya temen-temen di pangkalan agak sebel sama dia." lanjutnya

"Oh, gitu ya. Abang udah nikah juga?"

"Udah. Istri saya di kampung sama anak-anak. Ga kuat saya kalo bawa istri sama anak-anak ke Jakarta. Biayanya tinggi!
Saya 6 bulan sekali pulang kampung. Di sini ngontrak bareng sama temen-temen, patungan"

"Abang sayang banget sama istri Abang ya?" tanyaku sedikit bercanda
"Hahaha... Ga tau, ya... Kayaknya ga ada sayang-sayangan lagi deh," jawabnya sambil mengaruk kepalanya. "Sekarang mah saya ngojek gini cuma mikirin anak-anak aja. Ga tau ya, apa saya sayang sama istri saya. Ga kepikiran lagi yang kayak gitu."

Bapak udah nikah? Dia balik bertanya.
"Sudah," jawabku. Segera saja wajah istriku tergambar jelas dalam benakku. Sudah hampir satu tahun aku tak mendengar kabarnya sejak dia memutuskan untuk menjadi TKI di timur tengah.
Besok hari ulang tahun pernikahan kami. Biasanya kami merayakannya di warung pecel lele dekat pasar.

"Ayo, Pak, lanjut lagi. Udah beres nih, bannya," kata tukang ojek membuyarkan lamunanku.
Sepanjang perjalanan dia bercerita terus tentang pangkalan ojek "sayang istri" dan teman-temannya. Tapi aku sudah tak konsentrasi lagi mendengar ceritanya. Pikiranku hanya tertuju pada wajah cantik istriku yang berada jauh di sana, yang tetap bekerja melayani majikannya, bahkan di hari ulang tahun pernikahan kami, besok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar